Type Keyword(s) to Search
BABY

Agar Tidak Panik, Kenali Kebiasaan Buang Air Besar pada Bayi

Agar Tidak Panik, Kenali Kebiasaan Buang Air Besar pada Bayi

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Tahukah Moms? Tekstur dan frekuensi buang air besar (BAB) bayi bisa menjadi indikator kesehatan Si Kecil, lho. Yuk, cari tahu hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan buang air besar atau pup bayi Anda agar tidak risau lagi.

Frekuensi BAB Newborn

Pada bayi baru lahir, refleks gastrokoliknya belum sempurna. Sebagai catatan, refleks gastrokolik merupakan refleks alami tubuh berupa kontraksi usus besar yang menimbulkan sensasi mulas dan ingin buang air besar ketika lambung diisi.

Sering kali, tubuh newborn langsung memberikan sinyal untuk mengosongkan lambung setiap kali diisi. Alhasil, bayi baru lahir akan langsung buang air besar setiap habis menyusui. Jadi, jangan heran jika sebagian newborn harus berganti popok 8 hingga 10 kali dalam sehari karena mereka lebih sering BAB.

Di sisi lain, ada juga bayi baru lahir yang hanya buang air besar sekali dalam beberapa hari, terutama dalam 2 pekan pertama kehidupannya. Hal tersebut tidak mengindikasikan adanya masalah, kecuali bayi terlihat kesakitan saat buang air besar atau feses Si Kecil memiliki tekstur yang keras.

Pada 1 hingga 3 hari pertama, tekstur pup bayi biasanya lebih lengket dan warnanya cenderung gelap. Selama periode itu, bayi akan mengeluarkan mekonium, yaitu kotoran bayi baru lahir yang terdiri dari cairan ketuban dan lendir yang tertelan Si Kecil ketika masih berada di dalam kandungan. Mekonium yang dikeluarkan biasanya berwarna hijau kehitaman.

Seiring dengan berjalannya waktu, pup bayi akan berubah warna. Pada bayi yang mendapatkan ASI, tekstur fesesnya cenderung lembut dan berwarna kuning seperti mustard. Sedangkan bayi yang diberi susu formula memiliki tekstur feses sedikit lebih padat dan berwarna kuning hingga cokelat tua.

"Bagi bayi yang mendapatkan ASI, normal apabila pergerakan usus mereka hanya terjadi satu kali dalam sepekan. Di sisi lain, bayi yang ususnya langsung melakukan proses setiap kali diberi susu, juga dapat dikategorikan normal," kata Nanci Pittman, M.D., dokter spesialis gastroenterologi anak dan asisten profesor di Mount Sinai School of Medicine, New York City, seperti dilansir situs Parents.

Setelah 1 Bulan

Namun apa pun sumber makanan Si Kecil, ASI atau susu formula, biasanya frekuensi buang air besar bayi perlahan akan mengalami perubahan setelah ia berusia di atas 1 bulan. Biasanya, ia akan lebih jarang buang air besar memasuki usia sekitar 6 hingga 8 pekan. Hal ini disebabkan kemampuan usus bayi mulai berkembang, sehingga sistem pencernaannya pun bekerja lebih efisien. Selama tekstur pup bayi masih terasa lembut, maka Moms tidak perlu khawatir.

Saatnya ke Dokter

Pada dasarnya, konstipasi sangat jarang terjadi pada bayi baru lahir. Akan tetapi Moms perlu waspada apabila Si Kecil mulai menunjukkan tanda-tanda adanya masalah pada sistem pencernaannya. Bayi akan memperlihatkan gejala sebagai berikut apabila mengalami konstipasi:

• Buang air besar kurang dari 2 kali dalam 1 minggu dan bayi terlihat kesulitan ketika BAB.

• Feses bayi keras dan kering sehingga sulit keluar.

• Perut bayi akan terasa keras apabila disentuh.

• Bayi kehilangan keinginan untuk menyusu.

• Feses berukuran besar sehingga berisiko merobek dinding anus dan menyebabkan perdarahan saat dikeluarkan.

Moms perlu segera membawa Si Kecil ke dokter apabila ia menunjukkan tanda-tanda tersebut. Di sisi lain, Anda juga perlu waspada ketika bayi buang air besar terlalu encer atau berair dengan frekuensi yang sangat sering. Artinya ia mengalami diare sehingga perlu mendapat perawatan dokter agar tidak mengalami dehidrasi. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)