Type Keyword(s) to Search
BUMP TO BIRTH

Waspada Trauma Akibat Persalinan, Ini Cara Mengatasinya

Waspada Trauma Akibat Persalinan, Ini Cara Mengatasinya

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Persalinan memang menjadi proses yang membahagiakan. Untuk pertama kalinya, Moms akhirnya bisa berjumpa langsung dengan buah hati Anda setelah selama 9 bulan Si Kecil berada di dalam kandungan. Anda pasti sangat berbahagia saat itu mendengar tangisan Si Kecil serta tak sabar membawanya pulang ke rumah untuk merawat dan mengurusnya.

Akan tetapi, pada sebagian perempuan lain, terkadang persalinan juga bisa meninggalkan kenangan buruk dan bahkan membuat trauma. Bentuk trauma setelah persalinan bisa berupa kilas balik proses melahirkan, mimpi buruk, cemas saat mengingat proses bersalin, gelisah, dan panik.

Bila dibiarkan dan tidak segera diatasi, hal ini tentunya bisa berdampak panjang pada ibu dan bayi, serta berlanjut menjadi Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berikut ini beberapa jenis trauma yang bisa muncul saat persalinan dan cara mengatasinya, Moms.

1. Trauma Bersalin Caesar

Banyak ibu yang melahirkan dengan operasi caesar merasa gagal menjadi seorang ibu. Karena merasa gagal, ia merasa tak mau hamil lagi karena takut tak bisa melahirkan secara normal.

Yang perlu Moms lakukan: Perbanyak informasi tentang kehamilan dan proses melahirkan. Jika proses persalinan pertama Anda melalui operasi caesar, untuk persalinan berikutnya belum pasti akan caesar lagi. Anda tetap bisa melahirkan secara normal walaupun pernah caesar pada persalinan sebelumnya. Konsultasikan dengan dokter mengenai hal ini, Moms.

2. Trauma Melahirkan Normal

Ada banyak Moms yang pastinya masih mengingat penderitaan akibat kontraksi dan proses kelahiran bayi yang teramat sangat menyakitkan walaupun mereka sebenarnya masih punya keinginan untuk menambah anak.

Yang perlu Moms lakukan: Pahami bahwa hamil dan melahirkan meskipun melalui proses yang menyakitkan merupakan pengalaman yang akan memberikan kebahagiaan pada akhirnya. Sebagai wanita dan ibu, Anda diberikan kesempatan istimewa untuk bisa hamil dan melahirkan. Cari informasi dari berbagai sumber tentang bagaimana mengurangi rasa sakit pada persalinan normal. Jika Anda memang sulit menghilangkan trauma sakit ini, segera cari bantuan psikolog.

3. Trauma Berhubungan Seks

Biasanya ibu masih takut sakit pada bagian vaginanya, karena merasa vaginanya belum sembuh total sehingga tidak mau bagian tersebut disentuh.

Yang perlu Moms lakukan: Jauhi pikiran dan ketakutan tentang ukuran penis yang masuk ke vagina. Sebelum melakukan hubungan seks, Moms bisa berendam di air hangat yang mampu memberikan efek nyaman. Sedangkan untuk Dads, pahami kondisi psikologis istri dan bantu istri untuk mengembalikan gairahnya secara perlahan-lahan. Tidak ada gunanya untuk memaksa.

4. Trauma Perlakuan Buruk Rumah Sakit

Kunci dari persalinan yang baik adalah kemampuan Anda dalam mengelola proses melahirkan. Anda bisa jadi merasa diperlakukan buruk oleh pihak rumah sakit saat proses melahirkan dan hal ini kemudian menimbulkan trauma.

Yang perlu Moms lakukan: Hindari menyamaratakan perlakuan rumah sakit. Cari informasi sebanyak mungkin agar Moms dapat menentukan rumah sakit yang bisa memenuhi atau merespons keinginan Anda dengan baik saat proses persalinan.

5. Trauma Mimpi Buruk

Salah satu gejala umum PTSD adalah mengalami kilas balik dan mimpi buruk saat mengingat pengalaman tertentu. Jangan panik jika Anda mengalami mimpi buruk. Ini merupakan hal yang umum terjadi hingga 12 minggu pascapersalinan. Mimpi buruk ini menandakan adanya suatu masalah yang belum terselesaikan di benak Anda.

Yang perlu Moms lakukan: Cobalah untuk merasa rileks sebelum tidur. Moms mungkin akan sulit melakukannya karena keberadaan suami dan anak. Tapi Anda bisa coba untuk berbagi tugas dengan suami atau anggota keluarga lain saat Anda melakukan relaksasi sebelum tidur. Namun jika mimpi buruk tersebut tetap Moms alami setelah 12 minggu, Anda harus segera menemui psikolog untuk mengatasinya. (M&B/SW/Dok. Freepik)