Type Keyword(s) to Search
BABY

Tak Bisa BAB, Waspada Penyakit Hirschsprung pada Bayi

Tak Bisa BAB, Waspada Penyakit Hirschsprung pada Bayi

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Pengalaman buang air besar (BAB) bayi berubah-ubah seiring dengan perkembangannya. Ketika lahir, ia mungkin bisa BAB sebanyak 3-12 kali sehari. Kemudian saat ia sedang dalam masa ASI eksklusif, Si Kecil bisa BAB lebih dari 3 kali sehari. Dan ketika ia telah mulai mengenal MPASI, biasanya frekuensi BAB-nya semakin berkurang dengan tekstur feses yang semakin padat.

Walaupun begitu, ternyata ada kondisi serius saat Si Kecil menunjukkan pengalaman BAB yang tidak normal, terlebih lagi jika diiringi dengan berbagai gangguan kesehatan, seperti mual dan muntah. Kondisi ini disebut sebagai penyakit Hirschsprung dan dapat diderita oleh bayi sejak ia lahir. Yuk, simak penjelasan berikut untuk mengetahui lebih lanjut tentang penyakit tersebut, Moms!

Kelainan Genetik

Penyakit Hirschsprung adalah kelainan bawaan yang ditemukan pada bayi berupa gangguan fungsi pada usus besar yang menyebabkan masalah pembuangan kotoran. Kondisi ini menyebabkan feses atau tinja terjebak di dalam usus. Penyakit bawaan lahir yang tergolong langka ini bisa mengakibatkan bayi tidak BAB sejak dilahirkan. Kondisi ini muncul sejak lahir akibat hilangnya sel saraf tertentu pada otot usus besar bayi.

Bayi yang terlahir dengan penyakit Hirschsprung umumnya tidak mengalami pergerakan sistem pencernaan setelah lahir. Pada kasus yang ringan, kondisi ini baru dideteksi ketika anak sudah besar. Penyakit ini tergolong sebagai penyakit yang langka terjadi.

Penyebab Penyakit Hirschsprung

Hingga kini belum ditemukan penyebab pasti penyakit Hirschsprung. Penyakit ini sendiri dapat muncul akibat sel saraf pada usus besar tidak terbentuk secara sempurna. Hal ini menyebabkan usus besar tak mampu melakukan kontraksi untuk memindahkan dan mengeluarkan makanan. Akibatnya, kotoran terperangkap di dalam tubuh.

Walaupun begitu, ada beberapa faktor risiko seorang anak dapat memiliki penyakit Hirschsprung, antara lain terdapatnya riwayat keluarga, berjenis kelamin laki-laki, atau memiliki kondisi khusus (seperti sindrom Down atau sindrom lainnya).

Gejala Penyakit Hirschsprung

Gejala penyakit ini dapat muncul bervariasi sesuai dengan tingkat keparahannya. Biasanya, gejala atau tanda penyakit Hirschsprung dapat dikenali sesaat setelah lahir, tapi pada beberapa kasus gejala baru muncul dan diidentifikasi setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Melansir Mayo Clinic, ada beberapa gejala yang dapat dirasakan bayi baru lahir yang menderita penyakit Hirschsprung, yakni:

• Bayi tidak mengalami pergerakan usus dalam kurun waktu 48 jam setelah lahir.

• Perut membengkak dan membesar.

• Bayi mengalami muntah. Muntahan dapat berwarna kecokelatan atau kehijauan.

• Bayi mengalami konstipasi atau perut kembung, yang mana hal ini menyebabkan Si Kecil menjadi rewel.

• Bayi menderita diare.

Sedangkan pada anak yang lebih besar, beberapa gejala yang dapat muncul antara lain perut yang membengkak, kontipasi kronik, kembung, dan mudah lelah yang berlebihan.

Cara Mengatasi Penyakit Hirschsprung

Si Kecil yang memiliki penyakit Hirschsprung rentan menderita enterokolitis, yakni infeksi usus yang berbahaya. Untuk itu, deteksi dini dan cara penanganan yang tepat perlu dilakukan sesegera mungkin. Melansir Kids Health from Nemours, tindakan bedah adalah cara utama dan paling efektif untuk mengatasi penyakit ini.

Tindakan bedah dapat dilakukan sebanyak sekali atau lebih, sesuai dengan tingkat keparahan penyakit yang diderita. Setelah Si Kecil menjalani bedah, maka ia tak akan memiliki keluhan BAB lagi jika diiringi dengan pola makan dan gaya hidup yang sehat. (Gabriela Agmassini/SW/Dok. Freepik)