Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Kehadiran anak bisa mengubah banyak hal dalam sebuah pernikahan. Pada sebagian besar pernikahan, anak menjadi tanggung jawab bersama yang justru semakin memperkuat ikatan cinta antara suami dan istri. Namun, tak sedikit juga pernikahan yang kandas setelah hadirnya Si Kecil.
Memiliki anak adalah sebuah tanggung jawab besar. Ironisnya, tidak semua pasangan mampu memikul tanggung jawab tersebut. Alih-alih menjadi anugerah, anak justru menjadi alasan munculnya pertengkaran antara suami dan istri. Berikut adalah sejumlah masalah pernikahan yang kerap terjadi saat sebuah pasangan sudah memiliki anak.
1. Sulitnya Berbagi Tanggung Jawab
Masih banyak yang beranggapan bahwa tugas ayah adalah mencari uang, sedangkan rumah dan anak-anak merupakan tanggung jawab ibu. Hal ini seringkali menjadi pemicu pertengkaran antara suami dan istri. Rasa lelah istri kerap terabaikan.
Selain itu, istri diharapkan untuk selalu bisa mengurus dan mendidik anak dengan baik sehingga ketika anak bermasalah, maka sang ibulah yang dianggap paling bertanggung jawab. Padahal kenyataannya, suami dan istri berbagi tanggung jawab dalam hal mengurus, mendidik, dan membesarkan anak.
2. Suami Kurang Responsif
Menjadi ibu baru tentunya sangat melelahkan. Selain harus menyusui, seorang ibu seringkali tidak cukup tidur pada malam hari karena harus menyusui Si Kecil. Dalam sejumlah kasus, ayah kurang responsif terhadap kondisi ibu tersebut.
Sikap cuek dan enggan membantu Moms, seringkali memicu pertengkaran dalam sebuah keluarga. Dads, tak ada salahnya jika Anda sesekali bangun tengah malam dan membantu menidurkan Si Kecil. Atau Anda juga bisa memberikan pijatan lembut kepada istri yang lelah setelah semalaman memberikan ASI kepada buah hati Anda.
3. Masalah Keuangan
Memiliki anak artinya semakin besar pengeluaran untuk kebutuhan keluarga. Bukan tidak mungkin, Dads sebagai pencari nafkah utama kesulitan untuk mendapatkan pemasukan yang cukup guna memenuhi kebutuhan tersebut sehingga berpotensi memicu pertengkaran. Masalah juga akan timbul apabila Moms dan Dads merasa keberatan mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pribadi, dan mengalihkannya untuk kebutuhan anak.
4. Berkurangnya Waktu untuk Pasangan
Memiliki anak, khususnya yang masih bayi atau balita, memang kerap menyita waktu. Alhasil, pasangan suami-istri seringkali tak punya waktu untuk bermesraan lagi. Jika dibiarkan, api cinta di antara pasangan bisa padam sehingga lama-kelamaan menjadi masalah dalam pernikahan. Apalagi jika rutinitas pasangan dalam berhubungan seks juga menjadi berkurang saat memiliki anak.
5. Perbedaan Pola Asuh
Seperti telah disebutkan, mengurus serta membesarkan anak merupakan tanggung jawab suami-istri. Artinya, pasangan harus bisa berbagi dan kompak dalam menjalankan tanggung jawab tersebut. Namun tak jarang, suami dan istri memiliki pola asuh yang berbeda.
Misalnya, ibu menerapkan disiplin tinggi tapi ayah selalu membebaskan anak melakukan segala hal yang diinginkan. Kondisi semacam ini tidak cuma memiliki efek negatif bagi tumbuh kembang anak, tapi juga menimbulkan masalah dalam hubungan suami dan istri. So, Moms dan Dads pastikan Anda memiliki visi yang sama dalam hal pola asuh jauh sebelum merencanakan kehamilan.
6. Campur Tangan Orang Tua
Campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini orang tua atau kakek dan nenek, dalam mengurus anak juga berpotensi menimbulkan masalah dalam pernikahan. Dalam banyak kasus, kakek atau nenek ikut mengatur bagaimana seharusnya pasangan suami istri mengurus anaknya sehingga bisa memicu pertengkaran di antara mereka.
7. Ekspektasi Terlalu Besar
Tuntutan untuk menjadi orang tua sempurna juga bisa menjadi masalah dalam sebuah pernikahan. Sosok suami atau istri yang terlalu ambisius ingin menjadi sosok orang tua seperti dalam majalah, film, atau tetangga bisa menjadi beban bagi pasangannya. Guna menghindarinya, cobalah untuk tidak mematok target terlalu tinggi atau mengukur keberhasilan sebagai orang tua dengan melihat kehidupan orang lain. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)