Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Awas, 10 Sifat Toxic Pasangan Ini Bisa Rusak Pernikahan! (1)

Awas, 10 Sifat Toxic Pasangan Ini Bisa Rusak Pernikahan! (1)

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Moms, saat Anda dan Dads memutuskan untuk menikah, sudah selayaknya Anda berdua akan menerima satu sama lain apa adanya. Namun, menyatukan dua sifat yang berbeda ke dalam satu wadah, yaitu pernikahan, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Semua orang tentu memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk kebiasaan dan sifat buruk. Namun terkadang, saking sayangnya dengan pasangan, tak jarang kita memilih untuk memaklumi dan menutup mata saja akan sifat buruk mereka. Namun Moms, ada lho, beberapa sifat toksik yang tak boleh mentah-mentah diterima dan justru harus diwaspadai karena bisa mengancam kesehatan pernikahan Anda. Apa saja sifat-sifat toksik tersebut? Yuk, cari tahu, Moms!

1. Tukang Ngeluh

Meski hidupnya bisa dibilang baik-baik saja dan pekerjaannya juga tergolong lancar, namun suami Anda bisa menghabiskan waktu untu mengeluhkan banyak hal. Mulai dari makanan yang keasinan, cuaca panas, Si Kecil yang menangis, hingga jalanan macet.

Duh, capek ya, Moms rasanya jika setiap hari harus mendengar pasangan Anda mengeluhkan berbagai hal, mulai dari yang penting, sampai hal-hal kecil. Pasangan yang selalu mengeluh tentang apa saja bisa membuat hubungan jadi lebih muram dan negatif. Hati-hati, Moms juga bisa saja terbawa sikapnya yang seperti itu, sehingga otomatis Anda juga menjadi orang yang toksik.

2. Saya yang Paling Penting!

Tak peduli betapa lelahnya Moms hari itu setelah seharian mengurus Si Kecil, saat pulang kantor, Dads terus meributkan harinya yang berjalan dengan berat. Tak hanya itu, ia juga ingin makan malam sudah siap, pakaian ganti tersedia dengan rapi, lalu menghabiskan sisa malam dengan nonton TV dan main handphone, tanpa sedikit pun bertanya bagaimana hari Anda. Itu baru contoh perilakunya sehari-hari. Saat Anda berdua sedang memutuskan rencana jangka panjang pun, suami tetap akan mendahulukan kepentingan dirinya sendiri.

3. Tukang Ngatur

Dengan dalih tidak ingin Anda mendapat komentar-komentar jahil, suami Anda ikut mengatur cara berpakaian Anda. Tapi ternyata tak hanya itu, Moms! Aturan-aturan itu berlanjut soal makeup, makanan, pekerjaan, maupun hubungan Moms dengan keluarga Moms.

Ingat Moms, pasangan yang selalu mengatur segalanya cenderung suka memerintah dan juga tak menghargai pendapat. Hidup terkekang tentunya tidak nyaman, dong? Jika hal ini terjadi, sebaiknya lekas bicarakan ini dengan suami Anda ya, Moms.

4. Si Paling Benar

Wajar kok, jika di setiap rumah tangga kadang terjadi cekcok. Namun, tak wajar jika dalam setiap pertengkaran, selalu pasangan Anda yang memutuskan bahwa ia selalu menang. Ya, sifat seseorang sudah tergolong toksik lho, jika ia tak peduli siapa yang salah, ia harus dianggap benar dan hanya menggunakan solusi miliknya apa pun permasalahannya.

Untuk mengenali sifat toksik ini, biasanya pasangan Anda sering mengajak berdebat dengan suara tinggi, dan jika dipojokkan, ia akan berbalik meledak-ledak sampai Anda mengalah. Moms, jika hal ini dibiarkan terus-menerus, bukan tak mungkin Anda akan menjadi pribadi yang terlalu mudah mengalah dan sangat longgar untuk menerima kesalahan orang lain.

5. Suka Merendahkan

"Masa, gitu doang kamu enggak bisa, sih?" atau "Duh, mama tuh, enggak pantas deh, pakai baju yang kayak gitu". Hmm, apakah Anda sering mendapat komentar-komentar bernada meremehkan seperti itu dari pasangan Anda, dan bahkan ia tak segan-segan melakukannya di tempat umum?

Pasangan yang senang merendahkan orang lain (bahkan istrinya sendiri!) bisa membuat Anda merasa enggan untuk berpendapat, menyampaikan sesuatu, atau bahkan mencoba hal baru karena takut diremehkan dan menghadapi reaksi negatif darinya.

Moms perlu berhati-hati jika Dads sering melakukan hal ini, karena terlalu sering menganggap hal seperti ini sebagai hal biasa, justru bisa membuat Anda sulit mengambil keputusan, dan paling parah, merasa rendah diri. (Nanda Djohan/SW/Dok. Freepik)