Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Mengalami keguguran memang jadi hal yang menyedihkan bagi seorang ibu. Setelah keguguran, umumnya dokter akan melakukan kuretase atau kuret, yaitu tindakan pengosongan rongga rahim dari sisa kehamilan. Prosedur ini diperlukan untuk mengambil dan membersihkan jaringan yang masih menempel dan sisa-sisa perdarahan setelah keguguran.
Walaupun begitu, terkadang tindakan kuret bisa menimbulkan efek samping. Salah satunya adalah sindrom Asherman, yaitu perlengketan kedua sisi dinding rahim. Sindrom ini bisa mengakibatkan seorang wanita mengalami kesulitan untuk hamil. Yuk, kenali tentang sindrom Asherman lebih jauh, Moms!
Apa Itu Sindrom Asherman?
Sindrom Asherman merupakan gangguan rahim yang ditandai dengan terbentuknya jaringan parut pada rahim atau leher rahim. Jaringan parut ini menyebabkan sisi di dalam dinding rahim atau leher rahim saling menempel, sehingga akan membuat ukuran rahim menjadi lebih kecil.
Ukuran rahim yang mengecil ini membuat penderita bisa mengalami kesulitan untuk hamil. Kalaupun kehamilan terjadi, perlengketan pada rahim ini akan berisiko mengganggu perkembangan janin, seperti mengalami keguguran atau kematian.
Sindrom Asherman yang umum dikenal sebagai perlengketan rahim ini merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi. Gangguan ini biasanya paling sering dialami oleh wanita yang telah menjalani operasi atau pembedahan pada rahim seperti kuret yang tidak sesuai prosedur atau dilakukan berlebihan.
Gejala Sindrom Asherman
Gejala yang umum dialami penderita sindrom Asherman adalah tidak mengalami menstruasi (amenorrhea). Sebagian penderita masih mengalami menstruasi dan merasa nyeri seperti saat menstruasi, namun darah yang keluar sangat sedikit (hypomenorrhea) atau tidak bisa keluar dari rahim karena terhambat jaringan parut. Namun, pada beberapa wanita, sindrom Asherman tidak menimbulkan gejala apa pun dan mereka masih memiliki siklus menstruasi yang normal.
Selain gangguan menstruasi, gejala sindrom Asherman juga dapat berupa kram atau rasa nyeri perut yang parah. Selain itu, penderita juga dapat mengalami masalah kesuburan atau kesulitan untuk hami. Kalaupun hamil, penderita akan sulit mempertahankan kehamilan karena rentan mengalami keguguran berulang. Ibu hamil yang menderita sindrom ini biasanya akan diawasi secara ketat oleh dokter karena berisiko mengalami plasenta previa dan perdarahan berlebihan.
Penyebab Sindrom Asherman
Melansir laman Alodokter, sindrom Asherman termasuk kasus yang jarang terjadi. Sebagian besar penderita mengalaminya setelah menjalani beberapa kali prosedur kuret. Prosedur kuret umumnya dilakukan usai keguguran atau mengalami retensi plasenta. Jika prosedur kuret dilakukan 2-4 minggu setelah persalinan karena retensi plasenta, maka sekitar 25 persen wanita yang menjalani prosedur tersebut akan mengalami sindrom Asherman. Selain itu, sindrom Asherman juga dapat disebabkan oleh:
⢠Jaringan parut pasca bedah caesar, di mana dilakukan jahitan untuk menghentikan perdarahan
⢠Radioterapi
⢠Infeksi organ reproduksi
⢠Infeksi tuberkulosis atau skistosomiasis
⢠Endometriosis
⢠Usai menjalani prosedur pengangkatan miom atau polip.
Penanganan Sindrom Asherman
Untuk menentukan diagnosis sindrom Asherman, dokter mungkin akan menyarankan sejumlah pemeriksaan untuk memastikan diagnosis, seperti pemeriksaan hormon, tes darah, histerosalpingogram (HSG), saline infusion sonography (SIS), dan histeroskopi.
Pengobatannya sendiri dilakukan dengan tujuan memperbaiki ukuran dan bentuk rahim. Caranya adalah dengan mengangkat atau menghilangkan perlengketan pada rahim. Jika penderita sindrom Asherman tidak mengalami nyeri atau tidak berencana untuk hamil, maka pengobatan ini tidak dibutuhkan. Namun jika penderita merasa nyeri dan masih ingin hamil, maka ia akan dianjurkan untuk menjalani operasi histeroskopi untuk mengangkat jaringan parut dan membebaskan perlengketan dalam rahim. (M&B/SW/Dok. Freepik)