Type Keyword(s) to Search
BUMP TO BIRTH

6 Mitos Melahirkan dengan Vakum dan Faktanya Menurut Obgyn

6 Mitos Melahirkan dengan Vakum dan Faktanya Menurut Obgyn

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Walau prosedur ekstraksi vakum bisa mempercepat proses melahirkan, namun banyaknya mitos yang beredar membuat banyak ibu ragu dengan prosedur yang satu ini. Padahal, vakum tidak semenyeramkan itu kok, Moms! Dirangkum dari berbagai sumber, mari ketahui fakta di balik mitos-mitos seputar vakum.

Kepala bayi akan peyang jika dilahirkan dengan bantuan alat vakum

Fakta: Menurut dr. Shirley Anggraini, SpOG, M.Kes, persalinan secara vakum dan forceps sama amannya bila digunakan secara benar. Pada persalinan secara vakum, kepala bayi akan membentuk tonjolan pada kepala atau caput, karena cup pada vakum diletakkan di kepala bayi. Namun Moms tidak perlu khawatir berlebih karena caput ini akan menghilang setelah 24 jam atau mungkin sedikit lebih lama.

Prosedur vakum meningkatkan risiko operasi caesar

Fakta: Setiap dokter tentu akan berusaha membantu Anda agar bisa melahirkan normal tanpa kendala. Namun ketika Si Kecil sudah harus segera dilahirkan karena kondisi kesehatan ia dan Anda mungkin mengkhawatirkan, maka prosedur vakum bisa dilakukan untuk mempercepat persalinan.

Obgyn ternama, dr. Ardiansjah Dara Sjahruddin, SpOG, M.Kes, dari MRCCC Siloam Semanggi, Jakarta, juga mengingatkan kalau tindakan vakum sendiri umumnya merupakan pilihan terakhir yang dilakukan dokter. Jika vakum dinilai tidak berhasil, maka vakum akan dihentikan, dan mungkin dilakukan operasi caesar. Jadi, operasi caesar hanya dilakukan jika prosedur vakum dinilai gagal atau tidak ada kemajuan.

Baca juga: Mengenal Prosedur Vakum untuk Membantu Persalinan

Bisa terjadi trauma pada kepala bayi

Fakta: Menurut dr. Dara, risiko persalinan dengan vakum mungkin saja terjadi, seperti adanya bengkak dan trauma pada kepala bayi jika sedotan vakum terlalu kuat. Normalnya, bengkak akan hilang dalam 4 hari dan bisa lebih cepat jika dikompres. Namun semua risiko tersebut dapat diminimalkan jika dilakukan oleh dokter yang terampil, berpengalaman, dan tentunya dilakukan dengan prosedur yang tepat dan di bawah pengawasan yang benar. 

Vakum bisa merusak otak bayi prematur

Fakta: Salah satu syarat mutlak dari prosedur vakum adalah anak di dalam perut Anda harus sudah cukup bulan. Persalinan prematur tidak akan diizinkan untuk dilakukan prosedur vakum, karena bagian kepala bayi belum terbentuk sempurna seperti bayi cukup bulan.

Bahkan, bayi cukup bulan yang belum memasuki jalur lahir saja tidak direkomendasikan untuk dibantu alat vakum, begitu juga dengan bayi yang ukuran tubuhnya diperkirakan tidak muat melewati panggul ibunya. Tidak semua bayi bisa dan butuh cepat dilahirkan dengan bantuan vakum.

Vakum mengganggu irama jantung bayi

Fakta: Salah satu kondisi yang membuat dokter merekomendasikan prosedur vakum adalah terjadinya irama jantung yang tidak normal pada bayi saat proses persalinan. Kondisi irama jantung tidak normal (terlalu cepat atau terlalu pelan) membuat bayi harus segera dilahirkan karena dikhawatirkan mengancam keselamatannya di dalam perut. Artinya, vakum justru membantu bayi lahir cepat dan selamat ketika irama jantungnya mengkhawatirkan dokter.

Baca juga: Pembukaan saat Persalinan Berjalan Lama, Ini Penyebabnya

Vakum menyebabkan anak sakit kuning

Fakta: Vakum tidak secara langsung menyebabkan anak sakit kuning atau jaundice. Ini hanya mungkin terjadi jika ada memar di kepala bayi saat divakum, yang menyebabkan bilirubin dalam darah meningkat dan terjadilah sakit kuning.

Kondisi sakit kuning pada bayi baru lahir (ikterus neonatorum) sebenarnya cukup sering terjadi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan ini terjadi pada 60 persen bayi cukup bulan dan 80 persen bayi kurang bulan. Sakit kuning umumnya membaik dalam 1 minggu. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)