Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Moms, Anda punya pengalaman tak menyenangkan saat menggunakan pembalut sekali pakai? Ya, sebagian besar wanita pernah merasakannya, namun tak menyadarinya. Bahkan, tak jarang rasa gatal atau iritasi saat mengenakan pembalut sekali pakai dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Padahal Moms, ada lho, risiko kesehatan di balik penggunaan pembalut sekali pakai.
Dikutip dari CNN, kemungkinan munculnya iritasi ini didorong oleh beberapa kandungan yang ada di dalam pembalut sekali pakai, salah satunya aseton. Zat pelarut yang juga biasa digunakan untuk pembersih cat kuku ini memang berpotensi menyebabkan iritasi, dan bahkan dalam tingkatan yang lebih parah bisa mengganggu sistem reproduksi.
Hal yang sama juga dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Women's Voices for the Earth pada tahun 2014. Hasil riset menemukan adanya kandungan aseton serta bahan berbahaya lainnya seperti styrne, yang dikategorikan sebagai bahan kimia karsinogen pemicu kanker oleh WHO, chloromethane yang bisa menimbulkan efek negatif pada sistem saraf, serta ethyl chloride yang bisa menimbulkan gangguan otot dalam paparan konsentrasi tinggi.
Meskipun jumlahnya bisa dibilang sedikit, tetap saja kandungan zat kimia tersebut terindikasi dapat merusak flora normal yang bertugas untuk menjaga keasaman organ intim. Padahal, keasaman berfungsi untuk mencegah tumbuhnya kuman yang bisa menginfeksi organ intim.
Tapi Moms, rasanya tak adil ya, jika kita hanya menyalahkan segala kandungan zat kimia yang ada di dalam pembalut sekali pakai ini. Sebab, apa pun pilihannya, kebiasaan buruk penggunaan penadah darah menstruasi juga ikut memengaruhi kesehatan alat reproduksi, lho.
Kelebihan Pembalut Sekali Pakai
Meskipun sudah tahu mengenai risiko kesehatan yang bisa terjadi karena penggunaan pembalut sekali pakai, masih banyak Moms yang memilih menggunakannya karena alasan berikut:
1. Mudah Didapat dan Murah
Tak bisa dipungkiri, tak seperti pembalut kain, tampon, atau menstrual cup, pembalut sekali pakai sangat mudah didapatkan, mulai dari supermarket besar hingga warung-warung kecil. Harganya pun bisa dibilang sangat terjangkau. Bahkan ada juga yang menjual pembalut sekali pakai dengan kemasan ekonomis yang hanya berisi 1-2 pembalut.
2. Praktis
Tinggal sobek kemasan, pakai, lalu bungkus dan buang ke tempat sampah begitu selesai digunakan. Tak perlu mencucinya hingga bersih seperti pembalut kain atau menstrual cup, bukan?
3. Daya Tampung Lebih Kuat
Meskipun selalu ada kemungkinan untuk 'tembus', pembalut sekali pakai dinilai lebih kuat dibanding jenis lainnya. Rasa takut pembalut akan bergeser saat dikenakan juga lebih minim karena perekat pada pembalut sekali pakai lebih bisa menempel erat.
4. Tidak Terbiasa dengan Jenis Lain
Penadah darah menstruasi lainnya seperti pembalut kain, tampon, atau menstrual cup bisa dibilang tidak familiar khususnya untuk para wanita di Indonesia. Selalu menggunakan pembalut sekali pakai sejak Anda mengalami menstruasi untuk pertama kalinya membuat Moms terbiasa dan sulit untuk berganti ke jenis lainnya. Selain itu bagi sebagian Moms, pembalut berulang kali pakai dapat menimbulkan rasa jijik atau takut saat melihat darah.
Kekurangan Pembalut Sekali Pakai
Memiliki kelebihan, tentunya ada juga kekurangan yang dimiliki oleh pembalut sekali pakai. Bahkan, alasan-alasan ini juga membuat beberapa wanita akhirnya memutuskan untuk beralih ke penadah darah menstruasi lainnya.
1. Ada Kemungkinan Mengandung Bahan Berbahaya
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, ada kemungkinan bahwa pembalut sekali pakai yang ada di pasaran pada umumnya mengandung beberapa bahan berbahaya seperti klorin, dioxin, serat sintetis, dan aditif petrokimia. Selain itu, pembalut ini diproduksi massal setelah melewati berbagai proses kimiawi. Bahan kertas yang digunakan umumnya berasal dari kertas daur ulang yang sudah dicuci dan disteril memakai bahan kimia dan pemutih.
2. Menyebabkan Iritasi
Moms, kondisi pembalut basah bisa menimbulkan iritasi dan tak jarang berujung pada infeksi. Memakai pembalut terlalu lama juga akan menyebabkan area vagina dan sekitarnya gampang lembap karena keringat. Hal inilah yang dapat memicu pertumbuhan bakteri di organ kewanitaan Anda.
3. (Sebenarnya) Lebih Mahal
Meskipun untuk pembalut sekali pakai Moms hanya perlu mengeluarkan dana sekitar Rp15.000 (isi 16, tergantung merek), tahukah Moms bahwa rata-rata setiap wanita menggunakan lebih dari 16.000 buah selama hidupnya? Hmmm... kalau dihitung-hitung, akan jauh lebih hemat untuk menggunakan pembalut kain atau menstrual cup yang 'mahal di awal' namun bisa digunakan bertahun-tahun, lho.
4. Tidak Ramah Lingkungan
Moms, pernahkah terpikir oleh Anda kalau urusan 'di bawah sana' bisa membahayakan lingkungan? Ya Moms, pembalut sekali pakai ternyata merupakan salah satu penyumbang sampah terbesar di dunia yang tidak bisa didaur ulang dan membahayakan lingkungan karena mengandung bahan-bahan berbahaya. Di Indonesia sendiri, sampah pembalut ternyata dapat mencapai 26 ton setiap hari. Wah, banyak, ya!
Supaya Tetap Amanâ¦
Lalu, aman enggak sih, sebenarnya menggunakan pembalut sekali pakai ini? Pada dasarnya, Moms boleh saja kok, menggunakan pembalut sekali pakai. Karena sebenarnya, apa pun pilihannya, semua tergantung cara pemakaian Moms. Semua risiko di atas umumnya bisa dicegah kalau Moms memperhatikan dengan baik kebersihan vagina selama menstruasi. Nah, untuk meminimalkan risiko akibat pemakaian pembalut sekali pakai, berikut beberapa hal yang dapat Moms lakukan:
1. Pilih pembalut yang memiliki izin edar dari Kementerian Kesehatan.
2. Pilih pembalut yang tidak mengandung pewangi untuk menghindari iritasi.
3. Perhatikan komposisi pembalut yang tertera di kemasan.
4. Ganti pembalut secara teratur tiap 3-4 jam sekali, bahkan jika jumlah darah haid tidak terlalu banyak. Semakin banyak darah haid, semakin sering Anda harus mengganti pembalut. Mengganti pembalut secara teratur dapat mencegah bau dan pertumbuhan bakteri.
5. Disarankan memilih pembalut wanita yang tidak beraroma untuk menghindari risiko iritasi akibat wewangian kimia. (Nanda Djohan/SW/Dok. Freepik)