Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Pandemi COVID-19 masih belum mereda. Hingga saat ini, jumlah kasus terinfeksi virus corona di Indonesia sudah melewati angka 45 ribu orang.
Ada sejumlah cara yang bisa Anda lakukan guna mengurangi laju penyebaran COVID-19. Selain menjaga daya tahan tubuh dengan memastikan asupan gizi serta istirahat yang cukup, Anda juga masih disarankan untuk menunda keinginan pergi ke tempat-tempat ramai seperti mal atau tujuan wisata.
Apabila merasa berisiko terinfeksi virus corona, Anda juga bisa melakukan tes COVID-19 secara mandiri. Bagaimana prosedurnya? Yuk, simak penjelasan dr. Jimmy Tandradynata, Sp.PD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Rumah Sakit Siloam TB Simatupang, berikut ini.
Jenis-jenis Tes COVID-19
Sebelum mengikuti tes COVID-19, Anda harus memastikan terlebih dahulu jenis tes apa yang akan dilakukan. Menurut dokter Jimmy, sesungguhnya penyakit COVID-19 bisa dilihat dari beberapa jenis tes. Akan tetapi yang saat ini sering dilakukan adalah rapid test dan swab test. Rapid test bisa dilakukan dengan pengambilan darah melalui jari, maupun pembuluh vena di lengan.
"Untuk rapid test yang diperiksa sebenarnya bukan virusnya, melainkan antibodinya. Normalnya, saat manusia terserang virus, maka tubuh akan membentuk imunitas. Nah imunitas itulah yang tercermin pada antibodi. Jadi rapid test untuk melihat bagaimana reaksi antibodi terhadap virus corona. Jenis tes yang satu ini bisa dikatakan sebagai pemeriksaan tidak langsung. Dengan melihat kondisi antibodi, kita bisa berasumsi virus pernah atau sedang bersarang di tubuh," jelas dokter Jimmy dalam InstaLive bersama M&B pada 19 Juni 2020 lalu.
"Berbeda dengan swab test. Pada tes ini, kita memeriksakan materi genetik dari virus. Jadi apabila kita ambil sampel dan ada RNA atau materi genetiknya, berarti positif ada virus dalam tubuh," lanjutnya.
Perlu diketahui, untuk virus corona biasanya antibodi pada umumnya baru akan terbentuk pada hari ke-9 hingga ke-14 setelah virus tersebut masuk ke dalam tubuh. Bisa saja virus tidak terdeteksi jika Anda melakukan rapid test pada hari kedua atau ketiga sehingga menunjukkan hasil non-reaktif. Jadi harus diperhatikan juga kapan Anda melakukan rapid test.
"Ada studi yang menunjukkan bahwa jika kita melakukan pemeriksaan pada minggu pertama setelah terinfeksi COVID-19, maka tingkat positifnya hanya 40 persen. Setelah hari ke-15, meningkat hingga 80 persen. Di atas hari ke-20, hampir mencapai 20 persen," ungkap dokter Jimmy.
Jika reaktif pada rapid test, bukan berarti Anda otomatis terinfeksi COVID-19. Hal itu bisa menunjukkan bahwa virus memang sedang berada di dalam tubuh atau pernah berada di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan tes lanjutan, yaitu swab test guna memastikan virus corona ada di dalam tubuh Anda.
"Nah, bisa juga terjadi cross reaksi dengan virus corona lain. COVID-19 adalah salah satu jenis virus corona. Masih banyak jenis-jenis virus corona lain. Jadi apabila seseorang pernah terkena jenis virus corona lain, bisa jadi hasil rapid test adalah positif," katanya.
Hingga kini swab test bisa dianggap sebagai salah satu bentuk tes paling akurat untuk menentukan apakah seseorang terjangkit COVID-19. Akan tetapi tes ini juga memiliki kelemahan, yaitu bisa terjadi false negative. Dengan kata lain, seseorang sebenarnya terinfeksi COVID-19 tapi hasil swab test negatif. Oleh sebab itu, kapan pengambilan swab test juga ikut berpengaruh.Â
"Berbeda dengan rapid test, swab test justru cenderung menunjukkan hasil positif pada awal-awal seseorang menunjukkan gejala. Selain itu teknik pengambilan sampel juga ikut berpengaruh. Saat ini, teknik paling efektif adalah pengambilan sampel melalui hidung hingga ke belakang tenggorokan. Jika pengambilan sampel tidak tepat maka bisa jadi virus tak terdeteksi," jelas ujar Jimmy. Tes lain dilakukan untuk menentukan seseorang mengidap COVID-19 atau tidak, seperti rontgen paru-paru untuk menunjang pemeriksaan.
Siapa Saja yang Harus Diperiksa?
Orang yang tinggal di wilayah yang sudah banyak kasus COVID-19 sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan atau melakukan kontak langsung dengan mereka yang positif terinfeksi corona. Begitu juga orang yang menunjukkan gejala, seperti demam, batuk, dan sesak napas perlu segera melakukan pemeriksaan, anak dan bayi tidak terkecuali.
Sementara itu, penanganan penderita ibu hamil pada dasarnya sama saja. Akan tetapi, Moms perlu meningkatkan kebersihan saat memberikan ASI bagi bayi, dan melakukan tindakan pencegahan penularan seperti menggunakan masker atau face shield. Hingga saat ini, belum ada penelitian sahih tentang penularan COVID-19 dari ibu terhadap bayi yang berada dalam kandungannya atau penularan melalui ASI.
Biaya Tes COVID-19
Jika Anda melakukan tes yang disediakan pemerintah, maka Anda tak perlu membayar. Tapi tes swab yang dilakukan di rumah sakit pemerintah biasanya difokuskan kepada mereka yang memang dicurigai terinfeksi COVID-19.
Jika Anda melakukan tes swab secara mandiri di rumah sakit swasta maka kisaran harganya sekitar 2 juta hingga 2,5 juta. Mungkin bisa lebih dari itu, tergantung pada rumah sakitnya. Sedangkan biaya rapid test rata-rata sebesar 200 hingga 400 ribu rupiah.
Tindakan Setelah Positif
Jika hasil tes positif tidak menunjukkan gejala, maka disarankan untuk melakukan isolasi mandiri. Atau jika menunjukkan gejala ringan seperti demam, Anda bisa melakukan isolasi mandiri disertai minum obat pereda demam. Pasien perlu dirawat jika menunjukkan gejala berat.
Orang yang habis bepergian ke daerah zona merah COVID-19 juga perlu melakukan isolasi mandiri dan tes jika diperlukan. Dan jika Anda merasa sering melakukan kontak dengan orang banyak dan berpotensi terinfeksi, maka Anda juga disarankan perlu melakukan rapid test atau tes swab secara rutin. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)