Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
OCD atau Obsessive Compulsive Disorder, Moms mungkin pernah mendengar istilah tersebut. Ya, OCD merupakan salah satu kondisi psikologis yang ditandai dengan adanya pikiran cemas yang tidak terkontrol terhadap sesuatu atau obsesif.
Hal inilah yang menyebabkan pengidap OCD melakukan sesuatu secara kompulsif atau berulang-ulang. Tujuannya agar rasa cemas tersebut hilang. OCD tidak hanya bisa dialami orang dewasa, tapi juga anak-anak.
Coba perhatikan perilaku Si Kecil. Apakah ia selalu menempatkan buku atau barang-barangnya dalam susunan tertentu secara detail? Apakah ia kerap mencuci tangan berulang kali padahal tangannya masih bersih? Dan apakah Si Kecil terlihat begitu ketakutan ketika kulitnya menyentuh tanah atau lumpur? Jika jawabannya ya, bisa jadi Si Kecil mengalami OCD, Moms.
Perlu diketahui, biasanya anak mulai merasakan takut terhadap berbagai hal pada usia 2,5 tahun. Tapi seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai mengerti banyak hal dan rasa takut itu pun perlahan sirna. Biasanya pada usia 4 tahun, Si Kecil sudah tidak takut lagi.
Namun pada anak yang menderita OCD, rasa takut atau khawatir yang berlebihan itu akan tetap ada hingga menginjak usia 4 tahun atau lebih. Jika begitu, Moms perlu membawanya berkonsultasi dengan ahlinya. Apabila Si Kecil didiagnosis mengalami OCD, tentunya ia akan memerlukan bantuan dan perhatian khusus dari kedua orang tuanya. Pasalnya, anak yang mengidap OCD biasanya akan mengalami hal-hal berikut:
⢠Mudah lelah
⢠Kurang konsentrasi
⢠Sulit bergaul
⢠Sulit beradaptasi dengan lingkungannya, termasuk di sekolah
⢠Malas.
Jenis Terapi yang Diperlukan
Ketika anak dinyatakan mengalami OCD, biasanya ia akan perlu menjalani terapi. Ada dua jenis terapi bagi Si Kecil yang mengidap Obsessive Compulsive Disorder, yaitu:
1. Terapi Perilaku
Dalam terapi ini, Si Kecil akan belajar untuk menghadapi ketakutannya. Dengan begitu, ia akan mengalami pikiran obesif tertentu selama periode tertentu, tapi tanpa tindakan kompulsif. Terapi ini membutuhkan dukungan orang tua dan terapis berpengalaman. Jika berhasil, otak anak akan membentuk pola perlawanan dan mampu mengontrol perilakunya.
2. Terapi Medis
Anak akan diberi obat guna mengontrol kadar serotonin dalam otaknya, sekaligus membuat otak menjadi rileks. Jika anak sudah bisa mengontrol obsesinya, maka terapi medis bisa dihentikan. Meski begitu, Moms tetap perlu memantau dan memeriksakan kondisi mentalnya secara rutin.
Sikap Orang Tua
Memiliki anak OCD memang terkesan melelahkan. Akan tetapi Moms dan Dads harus terus memberikan dukungan kepadanya. Anda dapat melakukan langkah-langkah berikut ini ketika mengetahui bahwa Si Kecil mengidap OCD.
1. Jelaskan Masalahnya pada Anak
Agar lebih mudah merawatnya, Anda perlu memberitahu Si Kecil apa yang ia alami saat ini. Akan tetapi, Anda harus mencari cara tepat untuk melakukannya. Atau Anda juga bisa meminta bantuan dari dokter, psikiater, atau psikolog guna memberi pengertian kepada Si Kecil tentang kondisi yang dialaminya.
2. Buat "Nama Panggilan" untuk Masalah Ini
Cara termudah untuk menjelaskan kepada anak tentang OCD adalah dengan menamai gangguan ini sebagai 'orang lain' yang mengontrol pikiran anak. Anda mungkin bisa menyebut OCD dengan nama 'si jahat' atau sebutan kreatif lainnya. Lantas, Anda meminta anak untuk mengusir atau menolak perintah 'si jahat' untuk melakukan hal-hal aneh.
3. Jangan Berkata "Berhenti melakukan hal itu!"
Ketika Si Kecil terus melakukan hal yang tidak masuk akal, seperti memeriksa tasnya berulang kali, sebaiknya Anda tidak menyuruh untuk berhenti karena hal itu terkesan menyerangnya. Gunakan nama panggilan tadi untuk memintanya berhenti dengan nada yang lebih lembut. Misalnya Anda bisa berkata, "Sepertinya si jahat menyuruh kakak untuk mengecek tas berulang kali, ya? Ayo lawan si jahat. Katakan kepadanya bahwa kakak sudah mengecek tas dan tak ada yang salah dengan tas itu."
4. Beri Keyakinan pada Anak
OCD kerap membuat anak seringkali merasa cemas dan kehilangan keyakinan. Ia akan merasa cemas jika tidak mencuci tangan atau mengecek tasnya berulang kali. Apabila Si Kecil melontarkan pertanyaan pada Anda guna meyakinkan dirinya, maka Anda perlu menjawab dengan sabar dan memberinya keyakinan. Misalnya katakan, "Ibu yakin, kamu sudah menaruhnya di dalam tas. Dan tadi kamu sudah mengeceknya." Hindari kata-kata yang bernada negatif seperti, "Bukankah kamu sudah mengeceknya ratusan kali. Jadinya kamu telat ke sekolah."
5. Dampingi saat Terapi
Ada kalanya anak enggan diajak untuk melakukan terapi. Anda perlu membujuknya dan bahkan menemani ketika Si Kecil melakukan terapi. Dengan adanya kehadiran Anda, rasa khawatir Si Kecil menghadapi pemeriksaan akan berkurang. Selain itu, ia juga akan mengetahui bahwa Moms dan Dads memberikan dukungan penuh terhadapnya. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)