Type Keyword(s) to Search
BABY

Yang Perlu Moms Ketahui tentang Difteri pada Bayi

Yang Perlu Moms Ketahui tentang Difteri pada Bayi

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Difteri, mungkin Anda familiar dengan jenis penyakit yang satu ini. Difteri tidak hanya sering menyerang anak, namun juga bisa dialami oleh bayi. Penyakit ini bisa menular dengan cepat dan sangat berbahaya. Karena itu Moms perlu tahu penyebab, gejala, serta cara pencegahan dan pengobatannya. Yuk, simak informasi mengenai difteri berikut ini, Moms!

Menyerang organ pernapasan

Difteri merupakan penyakit yang disebabkan infeksi bakteri Corynebacterium diptheriae yang menyerang organ pernapasan atas. Bakteri ini berkembang dan menyebabkan gangguan di selaput lendir hidung dan tenggorokan. Kondisi tersebut akan membuat penderita difteri kesulitan untuk bernapas.

Difteri termasuk salah satu penyakit yang bisa dicegah melalui imunisasi. Meski imunisasi sudah bertahun-tahun dilakukan, ancaman penyakit ini masih ada, sehingga Anda harus tetap waspada. Jika terlambat ditangani, difteri dapat menyebabkan kerusakan jantung, ginjal, dan sistem saraf, bahkan kematian. Tercatat ada sekitar 10 persen penderita difteri yang meninggal dunia.

Gejala difteri

Difteri biasanya diawali dengan rasa tidak enak di tenggorokan, kesulitan menelan, dan bengkak kelenjar getah bening di belakang telinga. Selanjutnya, infeksi bakteri ini dapat menimbulkan selaput abu-abu di tenggorokan dan tonsil. Setelah selaput muncul, penderita akan kesulitan bernapas, demam panas dingin, lalu kehilangan kesadaran. Gejala itu biasanya muncul 2 sampai 5 hari setelah terinfeksi.

Ada difteri jenis lain yang menginfeksi kulit. Infeksinya menyebabkan nyeri, kemerahan, dan bengkak di kulit. Meski jarang, bakteri ini bisa juga menginfeksi mata. Sama seperti bakteri yang menyerang organ pernapasan, difteri kulit dan mata juga menimbulkan selaput abu-abu.

Penyebab

Bakteri difteri umumnya muncul di daerah tropis atau negara berkembang yang tingkat kebersihan lingkungannya minim. Bakteri ini menyebar melalui tiga rute, yaitu:

• Melalui percikan ludah penderita yang kemudian menyebar ke udara atau sentuhan di luka terbuka yang tercemar bakteri.

• Melalui benda-benda yang tercemar bakteri, misalnya gelas, sendok, atau sapu tangan bekas pakai penderita.

• Melalui benda-benda rumah tangga, misalnya handuk atau mainan yang dipakai bersama-sama.

Pengobatan dan Pencegahan

Begitu gejala muncul, Anda harus segera menemui dokter untuk mencegah terjadinya kesulitan bernapas yang berakibat fatal. Difteri bisa diobati dengan antiracun yang disuntikkan ke pembuluh darah untuk menetralisir bakteri yang beredar di tubuh. Obat yang akan diberikan kepada penderita difteri, antara lain:

1. Antitoksin

Obat ini disuntik ke pembuluh darah untuk menetralkan racun difteri yang sudah beredar di dalam tubuh. Sebelum memberi antitoksin, dokter akan melakukan tes alergi guna memastikan Si Kecil yang mengalami penyakit difteri tidak memiliki alergi terhadap antitoksin.

2. Antibiotik

Difteri juga diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin. Antibiotik ini dapat membunuh bakteri dalam tubuh dan membersihkan infeksi.

Sementara itu, cara paling efektif untuk mencegah infeksi difteri adalah dengan rutin melakukan imunisasi. Moms perlu tahu, imunisasi difteri biasanya digabung dengan imunisasi untuk tetanus dan batuk rejan atau pertusis.

Imunisasi gabungan itu disingkat DTaP untuk Si Kecil dan wajib dilakukan pada usia 2, 4, 6 bulan, lalu diulang pada usia 12-18 bulan, dan 4-6 tahun. Imunisasi perlu diperkuat dengan booster yang diberikan pada usia 12 tahun dan diulang setiap 10 tahun agar efektivitasnya lebih maksimal. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)