Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Osteoporosis atau pengeroposan tulang adalah penyakit yang identik dengan lansia atau orang lanjut usia. Tetapi, bukan berarti orang dewasa, remaja, dan anak-anak tidak bisa terkena osteoporosis lho, Moms. Ya, anak balita pun bisa mengalaminya! Tidak percaya? Simak info penting di bawah ini.
Definisi Osteoporosis
Menurut penjelasan dari National Institutes of Health (NIH), osteoporosis adalah suatu kelainan tulang yang ditandai dengan kekuatan tulang yang berkurang sehingga pada akhirnya menyebabkan peningkatan risiko fraktur atau patah tulang.
Laman About Kids Health menjelaskan osteoporosis terjadi ketika tulang kurang kuat atau kurang padat dari yang seharusnya. Ini memang lebih umum terjadi pada orang dewasa, atau tepatnya lansia, namun anak dan bayi juga bisa mengalami osteoporosis.
Osteoporosis membuat tulang anak lebih mudah patah. Bahkan terkadang tulang bisa patah hanya karena benturan ringan atau karena pergerakan yang terlalu cepat.
Penyebab Osteoporosis pada Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan beberapa hal yang bisa menyebabkan osteoporosis pada anak. "Osteoporosis dapat terjadi ketika tulang kehilangan mineral seperti kalsium lebih cepat sebelum tubuh dapat menggantikannya. Hal tersebut mengakibatkan tulang lebih rapuh dan lebih mudah patah," jelas IDAI.
Beberapa hal yang turut meningkatkan risiko anak mengalami osteoporosis adalah:
1. Kekurangan kalsium, vitamin D, atau nutrisi lain yang penting untuk memperkuat tulang.
2. Kekurangan aktivitas atau olahraga yang bisa memperkuat tulang.
3. Mengalami kondisi medis yang mengubah kolagen pada tulang (seperti lahir dengan keadaan osteogenesis imperfecta).
4. Mengonsumsi obat-obatan yang menghambat pertumbuhan tulang, sehingga hasilnya tulang tersebut kurang sempurna.
Jenis-jenis Osteoporosis
Osteoporosis sendiri terbagi menjadi dua, yaitu osteoporosis primer dan sekunder. Pada anak, penyebab yang mungkin terjadi adalah osteoporosis sekunder, atau osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit lainnya atau penggunaan obat tertentu. Namun selain itu, ada juga jenis osteoporosis lain yang sering menyerang anak.
"Pada anak terkadang tidak diketahui penyebab dari osteoporosis sehingga dinamakan osteoporosis idiopatik juvenile. Osteoporosis pada anak dapat menjadi satu masalah yang signifikan karena seharusnya pada usia tersebut merupakan waktu optimal pembentukan tulang." tulis dr. Aman Pulungan, SpA, pada situs IDAI.
Osteoporosis Ideopatik Juvenile
Pada kasus osteoporosis pada anak, terkadang tidak ditemukan penyebab lainnya, dan inilah yang disebut osteoporosis ideopatik juvenile. Menurut IDAI, gejalanya biasanya nyeri pada tulang, atau bentuk tulang belakang yang tidak normal. Namun secara umum kondisi ini bisa mengalami perbaikan dengan sendirinya, namun bisa juga berlanjut hingga dewasa.
Cara Mendiagnosis Osteoporosis
Menurut About Kids Health, ada beberapa cara untuk mendiagnosis osteoporosis, seperti:
1. Sinar-X
Ini bisa memberi tahu dokter seberapa baik pertumbuhan tulang anak Anda, dan apakah bentuknya benar. Pada anak yang mengalami osteoporosis, maka ia akan sering diperiksa dengan sinar-X. Umumnya dokter akan memberikan sinar-X jenis khusus yang radiasinya lebih rendah.
2. Pemeriksaan kepadatan mineral tulang
Anak akan diminta berbaring di sebuah mesin pemindai untuk dihitung kepadatan mineral di dalam tulangnya.
3. Tes darah
Walau ini pemeriksaan yang paling sederhana, namun tes darah bisa memberi tahu apakah tubuh Si Kecil memiliki nutrisi dan hormon yang cukup untuk pertumbuhan tulangnya.
Penyembuhan
Masalah osteoporosis pada anak bisa disembuhkan dengan olahraga dan menjaga pola makan yang baik. Beberapa pengobatan yang disebut dengan bisphophonates juga bisa membantu tulang anak tumbuh lebih kuat. Dokter juga akan merekomendasikan fisioterapi untuk meningkatkan kepadatan tulang Si Kecil.
Jangan lupa untuk meningkatkan asupan kalsium pada makanan sehari-hari. Contoh makanan kaya kalsium yang baik untuk anak adalah susu, yoghurt, keju, dan sayuran hijau. Selain itu, sangat disarankan untuk mengonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D, dan memperbanyak paparan sinar matahari pagi, setidaknya selama 30-60 menit per hari. (Tiffany Warrantyasri/SW/Dok. Freepik)