Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Gempa bumi yang mengguncang Lombok memang telah terjadi lebih dari satu tahun yang lalu. Meskipun begitu, masyarakat di sana masih merasakan trauma mendalam. Pun begitu dengan yang dialami anak-anak di bawah usia 6 tahun.
"Lebih dari 200 sekolah TK dan PAUD terdampak bencana tahun lalu. Walau masih ada trauma, anak-anak tetap antusias melakukan kegiatan belajar di bangunan sementara maupun tenda-tenda. Beberapa bangunan permanen juga sudah berdiri, tetapi anak-anak sempat mengeluh panas karena tidak ada kipas angin," kata Drs. Suka MPd, Kepala Balai Pengembangan PAUD dan Pendidikan Masyarakat, Nusa Tenggara Barat. Meski terdengar seperti keluhan sederhana, anak-anak di wilayah bencana sesungguhnya mengalami problem yang jauh lebih berat sehingga sulit menerima pelajaran.
Bagi Tarek Razik, Head of School Jakarta Intercultural School, kondisi yang dialami oleh para anak korban bencana di Lombok merupakan panggilan agar tim Jakarta Intercultural School dapat bertindak. Ia pun mengirim Greg Zolkowski, Community Educational Outreach Coordinator JIS dan tim ke lokasi bencana di Selong, Nusa Tenggara Barat, pada akhir September lalu.
"Periode TK dan PAUD merupakan masa kritis bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan kognitif, kompetensi sosial, emosi serta kesehatan mental. Ini adalah pondasi bagi mereka untuk meraih sukses saat dewasa. Karena itu, JIS tergerak untuk membuat para murid kembali bersemangat dalam belajar melalui workshop bagi para guru TK dan PAUD di Lombok Timur agar dapat memotivasi anak belajar melalui bermain atau learn through play," ujarnya.
Ia menambahkan, bermain adalah salah satu cara penting bagi anak dalam menggali keterampilan dan kemampuan berpikir. Anak pun dapat terlibat aktif secara fisik dan mental dalam pengalaman ini sehingga mereka dapat berekspresi, merasakan tantangan baru serta mencari tahu lebih jauh tentang lingkungan di sekitarnya. Dan kegiatan ini merupakan rangkaian dari upaya JIS untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Namun tantangan mengajak anak belajar sambil bermain di lokasi pasca-bencana cukup besar. "Guru-guru di Lombok kesulitan menemukan alat bermain yang memadai. Karena itu, tim JIS menginspirasi para guru setempat agar lebih kreatif memanfaatkan benda maupun barang bekas dari lingkungan sekitar yang tetap bisa digunakan untuk menggali kemampuan anak dalam proses belajar. Mereka bisa menyentuh dan merasakan langsung benda-benda, seperti kayu, daun-daun kering, botol atau barang bekas lain. Workshop ini dilakukan dengan perspektif bahwa guru-guru di wilayah bencana ini tidak memiliki sumber daya apa pun di lapangan," ujar Greg.
Sebanyak 30 guru dari 20 sekolah TK dan PAUD menghadiri workshop yang digelar oleh Greg dan tim, bekerja sama dengan Direktorat PAUD & Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka terlibat aktif dalam sejumlah workshop, antara lain Mengembangkan Pemikiran Matematika melalui Permainan, Mengembangkan Pembelajaran Sosial-Emosional melalui Permainan Drama, dan Strategi Membangun Bahasa dan Literasi. Workshop ini akan bisa menginspirasi para guru untuk dapat memotivasi anak-anak agar terlibat dalam proses belajar yang menyenangkan. Selain itu, JIS juga menyampaikan donasi berupa buku-buku dan alat-alat gambar untuk anak-anak di Lombok Timur. (M&B/SW/Dok. JIS)
- Tag:
- anak
- balita
- gempa bumi lombok