Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Saat suhu badan Si Kecil mulai naik, pertolongan pertama yang biasa Moms lakukan adalah memberikan obat pereda demam. Pertanyaannya, jenis obat apa yang Anda pilih untuk anak?
Banyak obat pereda demam dan nyeri yang beredar di pasaran. Untuk membelinya, Anda pun tak perlu menyertakan resep dari dokter.
Namun tahukah Moms? Kandungan dalam obat-obatan penghilang rasa nyeri, tidak semuanya sama. Pada dasarnya, obat-obatan jenis ini terbagi menjadi 3 jenis, yaitu paracetamol, obat non-steroid anti peradangan (NSAID), dan opioids. Dua jenis yang biasa digunakan secara bebas, termasuk untuk anak-anak adalah paracetamol dan NSAID, khususnya ibuprofen. Sementara itu, opioids adalah penghilang rasa sakit dosis tinggi, contohnya morfin dan methadone.
Obat-obatan yang mengandung paracetamol antara lain Panadol, Sanmol, dan Tempra. Sementara itu, merek dagang macam Proris dan Advil, mengandung ibuprofen.
Yuk cari tahu lebih banyak jenis-jenis obat pereda demam dan penghilang rasa nyeri agar tidak salah pilih untuk Si Kecil.
1. Paracetamol
Paracetamol telah digunakan dengan aman selama bertahun-tahun untuk membantu mengatasi rasa nyeri ringan hingga sedang, serta meredakan demam untuk bayi berusia di atas 1 tahun. Obat analgesik ini bertindak sebagai pereda nyeri umum dan memiliki efek mirip aspirin.
Namun tidak seperti aspirin yang notabene obat anti-inflamasi, paracetamol tidak mempercepat penyembuhan peradangan. Artinya, jika Si Kecil kesakitan karena pergelangan kaki bengkak akibat keseleo, mungkin sebaiknya Anda memberikan Proris ketimbang Panadol. Perlu diketahui, paracetamol juga tidak bekerja efektif untuk menyembuhkan nyeri punggung bawah.
Paracetamol justru lebih dikenal karena fungsinya menurunkan demam berkat sifat anti-piretik (menurunkan suhu) yang dikandungnya. Obat jenis ini juga berguna untuk mengatasi gejala pilek, flu, dan batuk. Jadi Moms, paracetamol menjadi pilihan tepat apabila Si Kecil mengalami demam yang disertai pilek dan sakit kepala, sakit tenggorokan, dan sebagian besar nyeri non-saraf (nyeri otot dan sendi, nyeri menstruasi).
Dilansir dari Medical Daily, sebuah penelitian di Australia menunjukkkan paracetamol dapat memberikan sedikit manfaat jangka pendek untuk penderita osteoarthritis (nyeri sendi).
Sementara itu beberapa sakit tenggorokan disebabkan oleh bakteri infeksi sekunder, tapi sebagian besar disebabkan oleh virus. Untuk sakit tenggorokan, yang Anda tidak ingin lakukan adalah meredam pertahanan alami tubuh, yaitu sistem kekebalan tubuh. Ibuprofen dan aspirin adalah obat-obatan non-steroid anti-inflamasi. Kedua jenis obat ini meredam respons peradangan tubuh dan merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Dengan demikian, paracetamol yang merupakan obat penghilang rasa sakit (tapi bukan anti-inflamasi) adalah pilihan lebih baik.
2. Ibuprofen
Ibuprofen bekerja lebih baik ketika ada bukti yang jelas adanya penyebab inflamasi/peradangan pada tubuh Si Kecil. Ibuprofen juga ampuh menangani demam, sakit kepala biasa hingga sedang, migrain, sakit kepala tensi, sakit gigi, rematik, osteoarthritis, juvenile, arthritis, nyeri punggung bawah, pembengkakan akibat keseleo atau terkilir, plus nyeri pasca-pembedahan.
Ibuprofen bekerja dalam dua cara, pertama adalah dengan memblokir produksi senyawa kimia mirip hormon prostaglandin dalam aliran darah yang menyebabkan peradangan dan nyeri. Kedua, ibuprofen bertindak dengan mengurangi peradangan atau iritasi yang mengitari luka sehingga mempercepat proses penyembuhan.
Orang dewasa dapat menggunakan ibuprofen berbarengan dengan paracetamol jika perlu. Akan tetapi, hal tersebut sangat tidak dianjurkan bagi anak-anak. Efek penghilang rasa sakit dari ibuprofen langsung dimulai setelah dikonsumsi, tapi efek anti-infamasinya kadang dapat memakan waktu hingga tiga minggu untuk mendapatkan hasil terbaik.
Perlu diketahui, ibuprofen dapat meningkatkan risiko serangan jantung fatal atau stroke, terutama jika digunakan dalam jangka waktu panjang atau dengan dosis tinggi. Anda yang memiliki masalah jantung tentunya harus berhati-hati dan meminta petunjuk dokter saat mengonsumsi ibuprofen. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)