Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Moms, Anda mungkin mengakui bahwa menjaga emosi bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak hal di luar diri Anda yang mungkin membuat Anda tidak bisa mengontrol diri. Itu juga yang terjadi pada Si Kecil. Bisa jadi, saat keinginannya tidak terpenuhi, hal tersebut akan berujung pada amarahnya.
Sebenarnya, kesadaran untuk mengotrol emosi dan diri itu berkembang sesuai dengan tahap perkembangan mental Si Kecil. Psikolog dari Raising Kids, Debora Kurniawati, Psi, MACM, menjelaskan bahwa meski kemampuan mengontrol diri muncul secara alami, ada beberapa hal yang memengaruhi setiap individu memilliki kadar kontrol yang berbeda, seperti temperamen anak, jenis kelamin, perbedaan latar budaya, kondisi fisik anak, dan masalah komunikasi.
Karena itu, ada baiknya Moms mengetahui bagaimana tahapan perkembangan emosi Si Kecil berikut ini.
Usia 12-18 Bulan
Di usia ini, Si Kecil mulai memahami bahasa, tapi belum bisa dengan sempurna menyampaikan pendapatnya sebab perkembangan bahasa Si Kecil belum sempurna. Karena sudah mengerti bahasa, ia dapat memahami perintah Anda. Namun, konflik emosi kerap muncul karena anak belum bisa menyuarakan pendapat dan harapannya. Ditambah lagi, di usia ini Si Kecil mulai merasa mandiri.
"Anak di usia ini sudah mengerti konsep ya dan tidak. Komunikasi yang lugas, tegas, dan sederhana akan membantunya mengerti bagaimana ia harus mengontrol diri. Contohnya, jika Anda ingin Si Kecil menemani Anda belanja, katakan 'Sayang, tidak rewel ya nanti di tempat belanja'", ujar Debora.
Usia 19-24 Bulan
Seperti dikutip dari babycenter.com, di usia ini seorang anak memiliki lompatan besar dalam perkembangan emosinya, yaitu ia belajar menahan godaan. Contohnya, saat menunggu giliran untuk naik seluncuran di taman bermain.
Usia ini juga usia yang penuh 'pertarungan'. Konflik, terutama dengan teman sebaya, biasanya saat bermain bersama, kerap terjadi, mulai dari pertengkaran, memukul, menendang, sampai menggigit teman adalah respons kemarahan yang sering dilakukan karena Si Kecil belum dapat menjelaskan masalahnya dengan kata-kata.
Menghadapi sikap emosi Si Kecil, Anda perlu menegurnya. "Jika Anda merasa terganggu dengan sikap Si Kecil, gunakan ekspresi yang tepat. Jika Anda perlu marah, ya gunakan ekspresi marah, bukan selalu dengan senyuman," saran Debora.
Usia 25-36 Bulan
Keterampilan bahasa Si Kecil sudah semakin baik dan bisa menunjang kemampuannya untuk menahan emosi dan mengontrol diri. Kemampuan bahasanya juga membuat Si Kecil mulai memahami arti benar dan salah. Kemampuan itu bisa Anda manfaatkan untuk melatih sikap baik Si Kecil.
Misalnya, jika di rumah ia suka berteriak-teriak, katakan "Di rumah kita tidak berteriak, ya" atau "Kuping mama sakit kalau kamu berteriak." Biarkan ia mencerna maksud Anda sehingga ia pun bisa melatih kepekaan untuk menilai sebuah tindakan.
Di masa ini, Si Kecil juga mulai belajar berempati. Ia akan mulai mampu menekan perasaan dan keinginannya untuk kepentingan orang lain. Contohkan hal baik kepadanya. Ingatlah, Si Kecil akan meniru perilaku Anda.
Jadi, jika Anda mengerti perasaan orang lain, melakukan tindakan nyata terkait hal itu, kemudian menjelaskan makna tindakan itu pada Si Kecil, ia akan berusaha mengikuti jejak Anda, Moms.
Usia 37-48 Bulan
Kemampuan fisik, motorik, kecerdasan bahasa, dan emosi Si Kecil sudah semakin matang. Kini yang sedang ia pelajari adalah melakukan negosiasi. Ia akan berusaha menawar semua aturan yang Anda buat. Menurut Debora, yang harus Anda lakukan adalah menghargai pendapat Si Kecil, namun tetap pertahankan ketegasan dan konsistensi.
"Kebanyakan orang tua dan anak berkonflik karena orang tua tidak konsisten. Jika Anda konsisten, Si Kecil akan mengerti nilai baik dan buruk sehingga ia akan lebih pandai mengolah emosi dan mengontrol dirinya," kata Debora.
Yang Perlu Diperhatikan: Bila Si Kecil tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol diri, bawa ia konsultasi ke dokter atau psikolog. Juga jika Si Kecil sangat agresif, tidak dapat menahan amarah, dan selalu melakukan kekerasan fisik. Karena bisa jadi ia mengalami suatu masalah, rasa frustrasi atau kesedihan yang tidak bisa ia ungkapkan. (M&B/SW/Dok. Freepik)