Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Memiliki anak merupakan keinginan setiap pasangan yang telah menikah, meski demi mendapatkannya perlu upaya ekstra. Seperti perjalanan panjang yang dialami oleh Menus Soedibyo, 49, yang telah mengalami keguguran sebanyak 7 kali. Sejak 1992, Menus sudah melakukan 2 kali inseminasi di Indonesia dan 5 kali program bayi tabung atau IVF di Singapura. Namun, semua memang Tuhan yang menentukan. Meskipun usaha-usaha Menus itu sempat dinyatakan 99 persen akan berhasil, tetapi nyatanya semua usaha itu sia-sia.
“Setiap 3 bulan setelah implan selalu keguguran. Waktu program IVF di Singapura, saya juga sempat terkena cacar air, dan setelah 3 bulan juga mengalami keguguran. Namun, saya tetap percaya keajaiban Tuhan,” ungkap Menus. Ia menambahkan, 5 kali keguguran yang ia alami di Singapura juga dipengaruhi oleh faktor stres. “Faktor stres juga bisa mendukung. Apalagi, pasien dengan keluhan infertilitas itu lebih sensitif jiwa maupun mentalnya,” tutur Menus.
Semua kegagalan yang ia alami tentu tidak meruntuhkan semangatnya. “Saya sudah kenyang obat. Menyuntik obat sendiri pun pernah. Saya sampai hafal semua obat-obat yang biasa digunakan dalam program seperti ini. Setiap obat dari dokter juga saya catat indikasinya. Semua itu tidak menyurutkan niat saya untuk punya anak lagi," ungkap ibu 2 anak ini.
Masih Terus Mencoba
Menjelang usia ke 34, Menus merasa tidak muda lagi untuk memiliki keturunan. Niatnya untuk kembali mencoba program bayi tabung semakin kuat ketika sebuah surat kabar memuat cerita sukses kelahiran bayi kembar melalui program bayi tabung. Ia pun memulai program bayi tabung ke-6 nya di sebuah rumah sakit di Jakarta, hingga akhirnya dinyatakan positif hamil. “Yang lebih menggembirakan lagi, hasil USG memperlihatkan 2 calon bayi, artinya saya akan memiliki 2 orang anak sekaligus. Namun, rasa bahagia itu masih saya tahan. Saya sangat sadar bahwa 99 persen adalah kuasa Tuhan, sementara 1 persen usaha saya dan dokter,” sambung Menus.
Namun, memasuki usia kandungan 5 bulan, Menus mengalami kontraksi yang membuatnya harus istirahat total. Kondisi bayinya dikabarkan sudah turun mendekati jalan lahir. Ia pun harus disuntik obat penguat paru-paru selama 3 hari berturut-turut. Hal tersebut dilakukan untuk kepentingan bayi apabila sewaktu-waktu harus dilahirkan. “Setelah 5 hari saya menginap di rumah sakit, saya minta pulang. Dokter pun mengabulkan permintaan saya dengan 1 syarat, saya harus bed rest total! Artinya, semua pekerjaan harus saya lakukan di atas tempat tidur, kecuali kontrol ke dokter. Saya lakukan semua anjuran dokter, karena tidak mau lagi kehilangan kesempatan memiliki anak. Saya pertahankan kandungan saya,” tegas Menus.
Memasuki usia kandungan ke-8 bulan, Menus dan suami dikejutkan dengan hasil USG yang menyatakan detak jantung salah satu bayi sedikit melemah, karena suplai makanannya banyak terambil oleh Si Kakak. Dokter pun menyarankannya untuk segera melakukan operasi. “Mungkin saya adalah pasien yang paling bandel. Saya tetap bersikeras mempertahankan kandungan saya agar bisa melahirkan tepat pada tanggal ulang tahun pernikahan kami, 1 Juni,” lanjut Menus.
Pada Akhirnya Harus Menyerah
Ya, manusia memang boleh berencana, tetapi Tuhan yang menentukan. Pada akhirnya, Menus pun harus menyerah dengan keadaan. Tanpa tawar-menawar lagi, bayinya harus segera dilahirkan. Tepat 31 Mei 1999, Menus berhasil melahirkan sepasang bayi kembar yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan melalui operasi. “Lengkap sudah rasanya kehidupan saya. Tanpa terasa saya pun menangis bahagia. Saya banyak bersyukur. Terbukti, Tuhan menyayangi umatnya yang sabar dan mau berusaha,” ungkap Menus.
Bayi kembarnya diberi nama Mahaputeri dan Mahaputera, 14. Mereka tumbuh sehat dan cerdas. Sang Kakak, Mahaputeri, memiliki kecerdasan yang luar biasa, sehingga berhasil masuk kelas akselerasi. Kini, Mahaputeri duduk di kelas 1 SMA, sedangkan Sang Adik, Mahaputera, duduk di kelas 3 SMP. (Aulia/DMO/Dok. M&B)