Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Semua ibu hamil pasti berharap janinnya bisa tumbuh sehat dan lahir dengan selamat. Tapi dalam perjalanannya, bukannya tidak mungkin terjadi hal-hal yang menyebabkan kehamilan terhenti. Keguguran (miscarriage) adalah suatu kondisi bila kehamilan terhenti secara spontan atau keluar sebelum janin mencapai usia 20 minggu. Tanda-tandanya bisa berupa keluar darah, mulas, kontraksi, dan ada pembukaan saat diperiksa dalam.
Penyebab Keguguran
“Jika keguguran terjadi di bawah 10 minggu, 60-70 persen disebabkan kelainan genetik. Bisa jadi karena bibitnya yang kurang baik, sehingga secara alami tubuh akan menghentikan kehamilan sebelum usia 10 minggu. Penyebab lainnya sekitar 20 persen bisa karena hormonal, kelainan rahim, ataupun penyakit penyerta si ibu, seperti diabetes atau tiroid. Sementara 10 persen sisanya tidak diketahui penyebabnya,” jelas dr. Yuditiya Purwosunu, Sp.OG dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Sementara, penyebab keguguran di atas 10 minggu, menurut dr. Yuditiya, lebih bervariasi. Keguguran akibat kelainan genetik hanya kurang dari 30 persen. “Penyebab lainnya adalah, pertama, kelainan bentuk rahim, misalnya rahim memiliki sekat atau bentuk rahim yang tidak normal. Hal ini butuh pemeriksaan USG untuk memastikan. Kedua, sebagian besar karena kurangnya hormon tiroid yang diproduksi ibu. Pada ibu yang hormon tiroidnya kurang, kehamilan atau janin tidak akan berkembang sampai usia 20 minggu. Ketiga, faktor darah. Ibu dengan darah yang kental lebih rentan keguguran. Keempat, adalah faktor infeksi. Peranannya kecil, tapi bisa menyebabkan keguguran. Infeksi ini misalnya si ibu menderita STD (Sexually Transmitted Diseases), TBC, atau infeksi seperti TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes),” tambahnya.
Kemungkinan Berulang
Keguguran pada kehamilan pertama disebut dengan abortus imminens (ancaman keguguran). Jika sudah keluar vlek dan mulas, dianjurkan untuk segera ke rumah sakit. “Ibu akan di-USG untuk dilihat kondisinya, apakah usia kehamilannya sesuai dengan pertumbuhan janinnya atau tidak. Misalnya di usia 6 minggu, janin sudah harus terlihat dan berada di kantung kehamilan, atau di atas 6 minggu, sudah ada denyut jantungnya. Kalau tidak ada tanda-tanda itu pada kehamilan awal, bisa ditentukan bahwa kehamilan tidak berkembang. Kalau tidak berkembang secara wajar, biasanya akan dikeluarkan alami oleh tubuh,” kata dr. Yuditiya.
Ibu yang pernah mengalami keguguran, berisiko lebih tinggi mengalami keguguran berulang yang disebut RPL (Recurrent Pregnancy Loss). “Ibu yang pernah keguguran sekali, risiko kehamilan berikutnya mengalami keguguran meningkat sekitar 6 persen. Jika sudah dua kali keguguran, untuk keguguran ketiga kalinya akan meningkat sekitar 15-20 persen. Dan pada kehamilan keempat meningkat lebih dari 30 persen.
Pada RPL, penyebab harus dicari agar lebih mudah ditangani pada kehamilan berikutnya, apakah terjadi di bawah atau di atas 10 minggu. Selain pengecekan bentuk rahim, kekentalan darah, hormon tiroid, atau kencing manis pada ibu juga harus diperiksa.
Boleh Hamil Lagi
Ibu yang mengalami RPL boleh hamil lagi. Secara umum, disarankan untuk menunda kehamilan 3 bulan setelah keguguran. Masa ini sebetulnya untuk observasi dan mencari tahu penyebab keguguran. Tapi pada keguguran yang terjadi kurang dari 10 minggu, tidak ada aturan untuk menunggu sampai 3 bulan.
“Hamil lagi setelah keguguran tidak disarankan pada ibu yang memiliki penyakit penyerta berisiko tinggi, misalnya pada ibu yang hipertensi atau mengalami kerusakan ginjal. Hamil itu merupakan pembebanan pada tubuh. Jika ibu menderita kerusakan pada ginjal, saat kehamilan fungsi ginjalnya bisa menjadi lebih parah. Itulah sebabnya ibu harus sehat optimal sebelum kehamilan,” ujar dr. Yuditiya.
Stres, Kelelahan, dan Seks bisa Sebabkan Keguguran?
• Stres tidak mengganggu kesehatan janin secara umum. Biasanya, stres berlebihan akan memengaruhi hormon di otak yang akhirnya memengaruhi produksi hormon oleh indung telur. Pada kehamilan sebelum usia 12 minggu, pertumbuhan plasenta masih dipengaruhi hormonal dari indung telur. Setelahnya, hormon untuk janin bisa diproduksi sendiri oleh plasenta.
• Setelah usia janin 12 minggu, efek kelelahan untuk pengaruh hormonal juga berkurang. Hanya kondisi kelelahan yang ekstrem saja yang berpengaruh pada hormonal.
• Hubungan intim tidak memengaruhi kehamilan secara umum, kecuali pada kondisi kehamilan yang rentan seperti sudah ada infeksi di serviks sebelumnya, plasenta yang letaknya rendah atau menutupi jalan lahir, dan riwayat perdarahan atau kontraksi. Yang perlu diperhatikan adalah kebersihan saat berhubungan intim. Ibu hamil lebih rentan terhadap infeksi karena saat hamil terdapat lebih banyak cairan di vagina. (M&B/SW/Dok. Freepik)