Type Keyword(s) to Search
TOODLER

Tanya Jawab tentang Pola Makan Ekstrem pada Anak

Tanya Jawab tentang Pola Makan Ekstrem pada Anak

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Gaya hidup sehat kini sudah jadi kebutuhan, bahkan hingga mengubah pola makan konvensional menjadi pola makan berpantangan yang terhitung ekstrem. Bagaimana jika pola makan tersebut diterapkan pada anak? Untuk mengetahui hal tersebut, Moms bisa simak hasil perbincangan Tim Mother&Baby Indonesia bersama Jansen Ongko MSc, RD., ahli gizi dan olahraga, saat MB InstaLive dan FBLive beberapa waktu lalu dengan tema “Pola Makan Ekstrem pada Anak”.

 

T: Saat ini, pola makan ekstrem banyak dikenal oleh para moms yang diterapkan untuk menjaga tubuh agar tetap sehat, seperti vegetarian, clean eating, raw food, dan gluten free. Seperti apa sebenarnya pola makan tersebut?

J: Pola makan ini disebut ekstrem, artinya di luar dari normal atau dari kebiasaan pola makan kita. Umumnya ada 3 tujuan kita menjalani pola makan ekstrem ini, pertama pola makan atau diet ini sebagian besar diciptakan untuk menurunkan berat badan. Jadi tidak ideal untuk diterapkan pada anak-anak. Kedua, tujuannya untuk kesehatan tentunya, mungkin karena dia mengalami alergi tertentu, kemudian ada intoleransi. Yang ketiga, berhubungan dengan kepercayaan religius, misalnya menjadi vegetarian karena tidak mau mengonsumsi daging-dagingan.

Manfaat positif yang diperoleh orang dewasa dalam mengikuti pola makan ekstrem ini belum tentu baik bagi anak-anak. Contohnya untuk pola makan vegetarian. Saya pribadi sangat tidak menyarankan Si Kecil menjalani pola makan vegetarian dan menghindari sumber makanan hewani, seperti susu, ikan, dan daging, yang merupakan sumber protein yang baik sekali dan sebenarnya dibutuhkan Si Kecil dalam masa pertumbuhannya. Jadi jangan sampai menerapkan pola makan ekstrem ini pada Si Kecil karena berisiko tinggi mengalami defisiensi gizi seperti protein, lemak, kalsium, zat besi, folat, vitamin B, dan zinc. Semua itu lebih banyak terdapat dan lebih mudah diperoleh dari produk-produk hewani. Dan jika menjalani pola makan vegetarian, anak bisa mengalami malnutrisi.

Bisakah zat-zat bergizi tersebut diperoleh dari produk nabati saja? Tentu bisa, tapi sulit sekali untuk dipenuhi dari produk nabati karena daya serapnya berbeda. Kemudian jika Moms mendengar adanya anggapan yang mengatakan bahwa makanan sumber hewani bisa menyebabkan kanker dan penyakit lainnya, bisa saya tekankan bahwa itu tidak benar.

Clean eating adalah mengonsumsi makanan yang minim proses atau pengolahan. Jadi clean eating itu menghindari penggunaan makanan dalam kemasan dan juga meminimalisir produk-produk makanan yang diproses secara berlebihan. Satu hal yang mesti diingat adalah tidak semua produk yang diproses itu berbahaya bagi kita. Untuk clean eating ini, selama Moms tahu cara mengolah makanan dengan baik dan benar, bisa dijalani. Tapi pesan yang ingin saya sampaikan adalah makanan-makanan di dalam kemasan tidak berbahaya. Kalau sudah berbahaya untuk kesehatan, itu tentu sudah ditarik oleh BPOM.

Untuk raw food, saya kurang setuju jika Moms memberikan pada anak, balita, atau bayi. Karena antibodi mereka masih lemah, pencernaan belum kuat sehingga dengan mengolah makanan akan mempermudah mereka untuk mencerna makanan-makanan tersebut. Selain itu, raw food memiliki potensi bisa tercemar dari bakteri-bakteri tertentu yang mungkin berbahaya untuk Si Kecil.

Untuk gluten free sendiri, selama Si Kecil tidak ada gejala-gejala alergi, mengalami celiac disease atau intoleransi gluten atau gangguan lainnya, tidak ada keharusan untuk mengikuti diet gluten free.

Jadi kebanyakan pola makan atau diet ditujukan untuk menurunkan berat badan. Saya kurang setuju jika diet ekstrem diterapkan pada anak karena potensi malnutrisinya terlalu besar. Akan lebih baik jika Moms mendiskusikan atau berkonsultasi terlebih dahulu mengenai pola makan untuk anak pada pakar ahli gizi sebelum menjalani diet apa pun buat Si Kecil.

 

T: Bagaimana jika anak mengalami obesitas, bolehkah menerapkan diet ini?

J: Tetap tidak boleh. Kebanyakan anak obesitas itu bukan karena pola makannya, tapi karena malas bergerak dan beraktivitas fisik. Yang menyebabkan obesitas pada anak memang karena kelebihan kalori, tapi Moms tinggal tingkatkan aktivitas fisik anak untuk menurunkan berat badannya karena aktivitas fisik dan olahraga bisa merangsang pertumbuhan pada anak.

 

T: Bagaimana meningkatkan nafsu makan anak agar berat badannya bertambah?

J: Salah satu cara untuk bisa membantu menambah nafsu makan anak adalah dengan mengajaknya bergerak. Bisa jadi karena dia jarang bergerak, nafsu makannya tidak ada. Biasanya orang yang bergerak dan berolahraga, nafsu makannya muncul. Jadi, biarkan Si Kecil aktif bergerak, dan tetap penuhi makanannya dengan nutrisi yang lengkap dan seimbang.

 

T: Bagaimana penerapan pola makan vegetarian, clean eating, raw food, dan gluten free pada orang dewasa?

J: Pastikan pola makan yang Anda jalani baik untuk Anda dan tidak menyebabkan malnutrisi. Memang tidak ada satu diet yang terbaik, tapi intinya adalah ketahui dulu kebutuhan Anda, baru Anda menerapkan pola diet yang ingin Anda jalani. Pastikan itu tidak sampai mengorbankan kesehatan Anda hanya karena ingin sekadar kurus. Untuk itu, penting bagi Anda sebelum menentukan jenis diet yang ingin dilakukan, konsultasikan pada ahli gizi. (Susanto Wibowo/Dok. instagram @jansen_ongko)