Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Data dalam Studies in Family Planning menunjukkan, terjadi 85 juta kehamilan yang tidak direncanakan setiap tahunnya di seluruh dunia. Lebih dari setengah kasus ini terjadi di Asia. Untuk menyiasatinya, kebanyakan memutuskan untuk melakukan aborsi.
Padahal, aborsi dapat menimbulkan dampak kesehatan yang kurang baik, seperti pendarahan hebat serta kerusakan pada serviks dan rahim. Hal ini sebenarnya bisa dicegah dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Ada berbagai alat kontrasepsi yang tersedia, dan salah satunya adalah kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi ini bekerja dengan mengubah pergerakan hormon dalam siklus menstruasi, sehingga tubuh merasa seolah-olah sedang dalam keadaan hamil. Yuk, kenali jenis dan metode kontrasepsi hormonal ini, Moms!
Jenis dan Metode kontrasepsi hormonal
Menurut dr. Diana Mauria Ratna Asih, Sp.OG, dari Brawijaya Women and Children Hospital, kontrasepsi hormonal sangat efektif untuk mencegah kehamilan. Bahkan, kemungkinan gagalnya kurang dari 2 persen.
"Kontrasepsi hormonal ada yang hanya berisi hormon progesteron, ada pula yang terdiri dari hormon progesteron dan estrogen, atau kombinasi," ungkapnya. Jika Anda berkeinginan melakukannya, berikut metode yang bisa dilakukan:
⢠Kontrasepsi Oral: Pil yang mengandung hormon progesteron dan pil kombinasi.
⢠Injeksi: Yang berisi hormon progesteron, disuntikkan setiap 3 bulan sekali. Sedangkan untuk kombinasi disuntikkan setiap bulan.
⢠Cincin Vagina: Berdiameter 5 cm dan mengandung hormon kombinasi dosis rendah. Cincin ditempatkan pada vagina selama 3 minggu, di luar menstruasi.
⢠Koyo: Mengandung hormon progesteron dan esterogen dan ditempelkan di kulit.
⢠Susuk atau Implan: Strip yang ditanam di bawah kulit dan melepaskan progesteron.
⢠Spiral: Hormon yang terdapat dalam spiral ini hanya progesteron.
Memilih Metode yang Tepat
Jenis dan metode kontrasepsi hormonal yang beragam terkadang membuat Moms bingung memilih. Oleh karena itu, sebaiknya konsultasikan kepada dokter. Dr. Diana menjelaskan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih kontrasepsi yang tepat adalah:
⢠Faktor usia
⢠Riwayat kesehatan
⢠Frekuensi aktivitas seksual
⢠Waktu ingin memiliki anak
⢠Efek samping
⢠Kenyamanan Anda menggunakan metode tersebut
⢠Kondisi khusus yang dialami
Untuk poin terakhir, dr. Diana memaparkan, "Misalnya ibu menyusui dilarang menggunakan kontrasepsi kombinasi, karena produksi ASI akan menjadi sangat sedikit akibat hormon estrogen di dalamnya. Atau, ketika wanita sudah berusia 40 tahun ke atas, sebaiknya hindari penggunaan kontrasepsi hormonal suntik."
Wanita dengan kondisi kesehatan tertentu, misalnya penderita migrain, kanker payudara, tumor, anemia, talasemia, depresi, dan lain-lain juga harus berkonsultasi terlebih dahulu sebelum menggunakan alat kontrasepsi. "Tiap jenis dan metode memang punya kelebihan dan kekurangan. Namun, semuanya memiliki tujuan baik," ungkap dr. Diana.
Efek Kenaikan Berat Badan
Ada banyak mitos dan fakta mengenai kontrapsepsi yang berkembang di masyarakat. Salah satunya, anggapan bahwa alat kontrasepsi hormonal akan membuat haid tidak lancar, maupun gemuk yang benar adanya. Dr. Diana menuturkan bahwa kenaikan berat badan memang kerap terjadi pada pengguna kontrasepsi suntik progesteron.
"Kenaikan berat badan terjadi bukan karena penumpukan lemak, melainkan akibat tekanan cairan yang tinggi dalam tubuh. Hal ini disebabkan injeksi hormon progesteron dengan dosis cukup besar, yaitu sekitar 150 mg," jelasnya.
Selain itu, hormon progesteron memang akan menipiskan lapisan endometrium dan menekan hormon estrogen, sehingga haid menjadi tidak lancar. Jadi, sebenarnya kondisi ini tidak bermasalah. Kendati demikian, efek samping tersebut dapat dihindari dengan menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi. Namun, perlu disesuaikan dengan kondisi Anda. (M&B/Vonia Lucky/SW/Dok. Freepik)