Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Para ahli sepakat, bahwa kanker payudara merupakan kanker yang paling tinggi ditemui pada wanita. Dokter Ronald A. Hukom MHSc, SpPD KHOM, ahli hematologi dan onkologi dari RS Kanker Dharmais Jakarta mengatakan, banyak pasien yang baru terdiagnosis kanker payudara ketika sudah mencapai stadium yang parah, mengingat tidak adanya gejala khusus yang dirasakan pada tahap awal pertumbuhan kanker.
“Pada stadium pertama kanker, tumor masih kecil sekali, berukuran di bawah 2 cm. Jadi, masih sulit ditemukan. Dan juga belum ada penyebaran sel kanker ke kelenjar. Sebaliknya, kalau stadium 4, tidak perlu melihat ada tumor atau tidak, tapi sudah ada penyebaran sel kanker ke berbagai kelenjar, seperti di hati, paru, bahkan sampai ke tulang,” ungkap dr. Ronald.
Mengingat tidak adanya gejala atau keluhan sakit yang khusus, melakukan pendeteksian dini dengan memeriksa payudara sendiri dinilai sebagai langkah awal yang penting dalam menangani kanker payudara. Seperti yang dialami oleh Rosmaya, seorang breast cancer survivor yang didiagnosis mengidap kanker payudara sejak 2007.
“Awalnya, saya hanya mendapati benjolan pada payudara sejak melahirkan anak pertama, yang saya pikir hanya dampak dari menyusui. Saya abaikan karena tidak ada keluhan sakit yang parah. Tiga tahun kemudian, saya melahirkan anak kedua timbul benjolan lagi di payudara sebelah kiri. Makin lama benjolan itu membesar, mengeras, menempel di kulit, dan lama-lama mulai terasa sakit. Baru saat itulah saya mulai konsultasi ke dokter. Dan ternyata saya didiagnosis sudah stadium 4,” ungkap Rosmaya yang sampai saat ini sudah menjalani kemoterapi sebanyak 41 kali.
Dokter Ronald pun menyarankan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri secara teratur sebagai langkah pencegahan dan upaya penyembuhan kanker. Menurutnya, hal tersebut diperlukan lantaran masih belum jelasnya faktor risiko yang memicu terjadinya penyakit ini. “Walaupun tidak memiliki faktor risiko, tidak berarti jaminan kita tidak akan terkena kanker payudara. Oleh karena itu, yang utama bukan hanya mencari faktor risiko, tapi kesadaran kita untuk melakukan deteksi dini. Begitu juga dengan gejala, sulit jika hanya menentukan berdasarkan gejala, perlu pemeriksaan lebih lanjut,” tuturnya.
Dokter Ronald juga menambahkan, kurangnya kesadaran wanita untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri justru bisa menimbulkan risiko terkena kanker payudara. “Alasan utama mungkin karena takut. Takut, bila tahu terkena kanker. Padahal, bila ditunda-tunda mungkin ia akan memperpanjang penyakitnya sampai stadium yang lebih parah. Mereka juga biasanya tidak merasa tahu caranya, bersikap acuh, atau merasa masih muda, sehingga terlalu yakin tidak akan terkena kanker,” tambahnya.
Memeriksakan payudara sendiri dapat dilakukan tiap bulan, 5 hari setelah masa haid berakhir. Untuk ibu hamil, dilakukan pada tanggal yang sama setiap bulan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memperhatikan apakah ada perubahan pada payudara Anda, seperti adanya benjolan atau daging tumbuh, yang tidak ada sebelumnya. (Aulia/foto: doc.M&B)