Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Ibu hamil rentan terkena anemia karena selama kehamilan, kebutuhan tubuh akan sel darah merah dan zat besi meningkat untuk memenuhi kebutuhan janin dan plasenta. Lalu, bagaimana jika ibu hamil kekurangan anemia? Apa dampaknya pada kehamilan dan bagaimana mengatasinya?
Gejala Anemia
Menurut dr. Irham Suheimi, Sp.OG (K) dari RS Bunda, Jakarta, penyakit anemia atau biasa dikenal dengan istilah kurang darah adalah kondisi ketika jumlah sel darah merah atau hemoglobin (Hb), yaitu protein pembawa oksigen di dalam sel darah merah, berada di bawah angka normal. Berdasarkan data WHO, bumil dinilai mengalami anemia jika kadar Hb kurang dari 11 gr/100 ml, terutama di trimester 1 dan 3. Diagnosis ini dapat diketahui melalui pemeriksaan darah. Anemia juga memiliki gejala umum, yaitu:
- Wajah terlihat pucat, berwarna putih kekuningan.
- Kelopak mata bagian dalam berwarna pucat.
- Sesak napas akibat jumlah sel darah yang rendah menurunkan tingkat oksigen di dalam tubuh.
- Merasa lesu, tidak bergairah, dan selalu mengantuk akibat kurangnya oksidasi dan pasokan energi dalam tubuh.
- Sakit kepala, pandangan berkunang-kunang setelah berdiri dari duduk yang disebabkan kurangnya suplai oksigen ke otak.
- Mudah terinfeksi penyakit.
Penyebab Anemia pada Ibu Hamil
Anemia pada kehamilan umumnya diakibatkan ketidakseimbangan asupan zat besi dengan meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat ini. Anemia jenis ini disebut defisiensi zat besi dan merupakan penyebab dari 75 persen kasus anemia pada kehamilan. Defisiensi zat besi juga biasa terjadi pada ibu hamil yang mengalami mual dan muntah berlebihan, atau memiliki penyakit kronis.
Dampak terhadap Ibu dan Bayi
Jika tidak segera ditangani, anemia dapat berpengaruh buruk pada kesehatan ibu dan janin. "Anemia bisa mengganggu pertumbuhan janin di dalam kandungan, sebab janin tidak akan mendapatkan suplai oksigen dan makanan yang baik," jelas dr. Irham. Akibatnya, bayi akan terlahir dengan berat badan rendah dan bisa saja menderita cacat bawaan.
Beberapa penelitian bahkan telah menemukan adanya hubungan ibu hamil yang menderita anemia di trimester 1 dan trimester 2 dengan kelahiran prematur. Risiko bagi ibu yang menderita anemia berat selama kehamilan adalah mengalami keguguran dan komplikasi selama proses melahirkan karena tidak memiliki energi yang cukup untuk mengejan. Selain itu, risiko pendarahan saat melahirkan juga akan meningkat.
Pencegahan dan Penanganan
Anemia sebenarnya bisa dicegah sebelum terjadi kehamilan. Saat merencanakan kehamilan, konsumsi makanan bergizi seimbang, terutama yang kandungan zat besinya tinggi. Contohnya adalah makanan sumber hewani. Zat besi di dalam sumber makanan ini dapat diserap tubuh dengan baik.
Namun jika kehamilan sudah terlanjur terjadi, untuk mencegah anemia, tingkatkan status gizi Anda dengan asupan makanan yang seimbang. Berikut ini beberapa penanganan anemia di masa kehamilan:
- Konsumsi makanan bergizi lengkap dan mengandung zat besi, misalnya susu, beras merah, brokoli, dan oatmeal.
- Konsumsi juga makanan yang membantu proses penyerapan zat besi, seperti buah-buahan yang mengandung vitamin C, daging ayam, dan ikan.
- Hindari makanan yang mengganggu penyerapan zat besi, seperti kopi dan teh.
- Saat melakukan konsultasi bulanan ke dokter kandungan, lakukan pemeriksaan darah dan kadar Hb Anda.
- Jika perlu, minumlah suplemen makanan penambah zat besi, tentunya sesuai saran dan persetujuan dokter.
- Hindari diet berlebihan agar produk sel darah merah Anda tidak terganggu.
- Pastikan tubuh mendapatkan istirahat yang cukup. (M&B/SW/Dok. Freepik)