Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang telah diakui keberadaannya, baik di dalam negeri maupun dunia internasional. Seperti yang kita ketahui, sejak 2 Oktober 2009, UNESCO juga telah menetapkan batik Indonesia sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanitity.
Batik pun mulai populer dipakai pada hari-hari tertentu bagi karyawan dan murid sekolah sebagai suatu gerakan nasional. Namun, ditengah perkembangan dunia fashion dan teknologi ini, memperkenalkan batik dan budaya Indonesia agar dicintai generasi muda terutama anak-anak, dinilai masih mengalami kesulitan. Tingkat kesadaran memilih batik sebagai bagian dari keseharian mereka juga masih sangat rendah. Yang sangat disayangkan, dampak kurangnya kesadaran akan budaya sendiri ini sudah mulai terlihat dengan banyak hilangnya dan terampasnya budaya Indonesia oleh negara lain. Tidak bisa dipungkiri, bahkan sebagian besar dari kita pun tidak mengenal keseluruhan dari budaya Indonesia yang beragam.
Menanggapi hal tersebut, Seto Mulyadi, psikolog anak yang akrab disapa Kak Seto ini mengatakan, sangat penting untuk memperkenalkan berbagai budaya Indonesia pada anak sejak usia dini, termasuk memperkenalkan batik.
“Poin penting di sini adalah rasa nasionalisme, mengingat hal ini merupakan salah satu inti dari pendidikan. Selain itu, setelah mengenal budaya, mereka juga diharapkan bisa mencintai budaya Indonesia, serta menghargai sejarah masa lalu,” ungkap Kak Seto.
Ia juga menambahkan, bangsa yang maju, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Amerika memiliki nasionalisme yang luar biasa kuat. “Oleh karena itu, dengan menumbuhkan rasa nasionalisme pada setiap generasi bangsa, bahkan sejak usia dini, Indonesia pun bisa menjadi negara yang adidaya pada 2045 nanti,” tambahnya.
Dalam memperkenalkan dan menumbuhkan rasa cinta pada budaya Indonesia, seperti batik, tentu dibutuhkan peran orangtua yang sangat besar. “Dalam membentuk perilaku anak-anak harus ada model. Modelnya adalah orangtua. Kalau orangtuanya tidak mencintai budaya, termasuk tidak suka memakai baju batik, anak pun juga tidak akan peduli dengan tradisi. Jadi, orangtua juga perlu punya kebanggaan terhadap tradisi, termasuk mencontohkan dengan memakai batiknya,” tutur Kak Seto.
Menurutnya, nuansa batik yang diciptakan di rumah pun bisa menciptakan suatu fanatisme sebagai kebanggaan dan rasa nasionalisme terhadap bangsa. Selain itu, pendekatan selera dan psikologi anak juga perlu diperhatikan dalam memperkenalkan budaya.
“Mungkin batik bisa mulai didisain sesuai dengan nuansa anak-anak, dengan warna-warna cerah dan colorfull, seperti batik pesisir atau batik kontemporer. Selain itu, modelnya juga bisa disesuaikan dengan model khas anak-anak. Bukan hanya resmi, tapi juga untuk bermain, baju untuk tidur, atau piknik, dan lainnya, “ungkap Seto Mulyadi. (Aulia/doc.M&B)