Type Keyword(s) to Search
BUMP TO BIRTH

Komplikasi yang Bisa Terjadi pada Trimester 3

Komplikasi yang Bisa Terjadi pada Trimester 3

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Kehamilan trimester 3 merupakan periode rawan bagi ibu dan janinnya. Pada trimester inilah terkadang muncul risiko kematian ibu karena perdarahan, preeklampsia, infeksi, serta penyebab lain. Menurut Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG (K) dari Departemen Obstetri Ginekologi FKUI/RSCM Jakarta, belum ada cara pencegahan primer terhadap kasus kematian ibu. "Ini terjadi karena perdarahan sangat banyak dalam waktu cepat," ujarnya.

 

Berikut ini beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada kehamilan trimester 3:

 

1. Plasenta Previa

Kondisi plasenta yang menutupi jalan lahir dikenal dengan istilah plasenta previa. Ini memang tidak dapat dicegah, namun bisa diidentifikasi pada trimester 3. Pada awal kehamilan, plasenta yang terletak di bawah terkadang cukup umum dijumpai. Tetapi seiring dengan bertambahnya usia kehamilan dan pertumbuhan rahim, plasenta biasanya bergerak ke atas dan menjauh dari mulut rahim. Apabila plasenta tidak bergerak ke atas dan menutupi sebagian mulut rahim atau menyentuhnya, peristiwa ini disebut previa sebagian. Jika plasenta menutupi seluruh mulut rahim, disebut previa total.

Biasanya, tidak ada gejala selain perdarahan, itupun tidak disertai dengan rasa sakit. Tidak ada yang perlu dilakukan hingga trimester ketiga, sebab hampir semua kasus plasenta previa dapat memperbaiki posisinya sendiri. Tidak perlu dilakukan kondisi medis apa pun jika Anda tidak mengalami perdarahan yang berkaitan dengan kondisi tersebut. Namun, jika Anda mengalami perdarahan, sebaiknya beristirahat total, tidak berhubungan intim dan selalu cek ke dokter kandungan.

 

2. Solusio Plasentae

Ini adalah kondisi plasenta yang lepas dari dinding rahim. Banyak kasusnya yang dikaitkan dengan preeklampsia, sehingga cara pencegahannya serupa.

 

3. Anemia

Umumnya, ibu hamil memiliki tekanan darah yang rendah. Salah satu penyebabnya adalah karena kekurangan zat besi. Di Indonesia sendiri, kasus anemia banyak terjadi akibat salah gizi, seperti mengonsumsi junk food dan minum teh saat makan yang menghambat penyerapan zat besi dalam makanan akibat kandungan tanin dalam teh. Selain itu, menurut dr. Dwiana, Hb tidak bisa hanya ditingkatkan kadarnya dengan zat besi, tetapi juga harus diberi asupan protein.

"Masih banyak dijumpai ibu hamil yang mengonsumsi makanan tertentu, padahal yang ia butuhkan jauh dari itu. Seharusnya ibu hamil mengonsumsi banyak protein dan minum air putih, camilan pun harus yang sehat, dan jangan enggan minum susu. Kalau sudah datang ke dokter dengan gangguan yang kompleks, maka akan lebih sulit lagi," ungkap dr. Dwiana.

 

4. Preeklampsia

Kondisi tekanan darah yang tinggi dan kerusakan pada pembuluh darah yang ditandai dengan adanya protein pada urine serta pembengkakan (edema). Meskipun gejala-gejala preeklampsia sudah mulai muncul pada trimester 2, gangguannya baru bisa dideteksi pada awal trimester 3, yaitu saat usia kehamilan 7 bulan ke atas. Itulah sebabnya dokter menganjurkan untuk memeriksakan kehamilan lebih intensif, yaitu setiap 2 minggu di trimester akhir ini, dan setiap minggu menjelang due date.

Belum ada cara pencegahan primer untuk kasus ini. Kematian ibu akibat preeklampsia umumnya terjadi saat organ tubuh gagal melakukan fungsinya. Risiko ini bisa diturunkan dengan menghindari pertambahan berat badan berlebih, pola makan bervariasi dengan gizi seimbang, serta mencukupi kebutuhan mikronutrien, khususnya antioksidan (vitamin A, C, E) (M&B/SW/Dok. Freepik)