Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Data studi status hidrasi di Indonesia mengisyaratkan adanya dehidrasi ringan yang cukup tinggi pada anak-anak. Anak-anak lebih berisiko mengalami dehidrasi karena mereka memiliki rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh relatif lebih besar dibanding orang dewasa.
Hal itu membuat proses kehilangan air melalui kulit relatif lebih besar. Terutama anak sekolah yang sering melakukan aktivitas fisik di bawah terik sinar matahari. Mereka juga kurang peduli terhadap asupan cairan untuk mengimbangi aktivitas mereka, dan sering menahan pipis. Menurut Dr. dr. Luciana B Sutanto, MS, SpGK, dampak dehidrasi dapat menyebabkan gangguan performa kognitif, penurunan konsentrasi, suasana hati, penurunan daya ingat, dan kemampuan operasi aritmatika.
"Hal tersebut dikhawatirkan akan menurunkan nilai belajar anak di sekolah, karena terbukti menimbulkan efek buruk pada kesehatan dan stamina, seperti mudah lelah,"ungkapnya.
Dehidrasi juga dapat menyebabkan mulut kering, tubuh lemas, kulit kusam, berdebar-debar pada jantung, tekanan darah turun hingga pusing, apatis, mengantuk, gangguan ginjal, hingga kerusakan otak dan kesadaran yang menurun. Anak membutuhkan setidaknya enam gelas air dalam sehari. Utamakan asupan minumnya dengan air mineral, dan kurangi minum air dengan kandungan zat lain.Hindari pula pemakaian isi ulang pada kemasan botol plastik (kemasan produk air mineral) lebih dari 2 kali.
"Minta anak agar menghabiskan minuman mereka dengan takaran tertentu selama sekolah. Di rumah, beri jadwal atau didampingi untuk menghabiskan minuman pada jumlah tertentu, misalnya setiap sesudah makan," lanjut dr. Lucia.
Kecukupan cairan pada anak, antara lain:
1. Bayi 0-6 bulan = 0,8 liter/hari.
2. Bayi 7-12 bulan = 1,0 liter/hari.
3. Anak usia 1-3 tahun = 1,1 liter/hari.
4. Anak usia 4-6 tahun = 1,4 liter/hari.
5. Anak usia 7-9 tahun = 1,6 liter/hari. (Aulia)