Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Rasa gula yang manis memang menjadi daya tarik banyak orang, terutama Si Kecil. Namun, efek yang ditimbulkan dari asupan gula tersebut ternyata tidak semanis rasanya. Selain risiko obesitas, terlalu banyak mengonsumsi gula juga disebut bisa memicu terjadinya kecemasan, stres, hingga depresi.
Para ilmuwan dari Constance Harrell, Emory University di Atlanta, AS, menemukan bahwa pola makan yang tinggi fruktosa pada usia muda dan produktif dapat meningkatkan perasaan cemas dan depresi, serta memengaruhi bagaimana respons otak terhadap serangan hormon stres. Kandungan fruktosa dalam gula diduga dapat merangsang sebuah jalur di otak yang memengaruhi bagaimana otak menanggapi hormon stres, yang mempunyai efek penting dalam perilaku masing-masing individu, termasuk terjadinya kecemasan dan depresi.
Efek tersebut biasanya rentan dirasakan oleh para usia muda dan produktif yang memiliki tinggi asupan gula. Jika respons stres tubuh seseorang terus terganggu, tingkat stres akan terus meningkat. Paparan stres yang berkepanjangan ini ikut meningkatkan tekanan darah, mengurangi sistem kekebalan tubuh, serangan jantung dan stroke, infertilitas, serta mempercepat proses penuaan.
Para ilmuwan juga menemukan bahwa fruktosa yang terlalu tinggi tampaknya terkait dengan penyakit epidemi modern yang serius, seperti meningkatkan risiko kanker, penyakit jantung, stroke, hipertensi, kerusakan ginjal, diabetes tipe 2, bahkan demensia.
Fruktosa adalah senyawa gula yang biasanya ditambahkan pada beberapa jenis makanan dan minuman olahan, dari biskuit hingga es krim. Senyawa gula tersebut secara alami juga ditemukan dalam beberapa buah-buahan dan sayuran. (Aulia/OCH/dok.freedigitalphotos)
BACA JUGA: Batasi Konsumsi Gula