KID

Mengenal Child Grooming, Contoh Perilaku dan Tahapannya yang Bahaya buat Anak


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Istilah child grooming jadi topik yang banyak dibahas orang beberapa hari ini. Hal tersebut dipicu oleh adanya pengakuan heboh dari seorang aktor yang mengatakan bahwa ia memacari anak perempuan berusia 14 tahun. Pengakuan ini sontak menyulut ramainya komentar dari netizen yang menuding sang aktor telah melakukan child grooming. Tapi, apa sih sebenarnya child grooming itu?

Secara umum, child grooming adalah sebuah upaya atau perilaku seseorang untuk melakukan pendekatan, membangun hubungan, kepercayaan, dan ikatan emosional dengan seorang anak, sehingga orang tersebut dapat memanipulasi atau mengeksploitasi, bahkan melakukan kekerasan secara seksual.

Sekilas, child grooming tampak seperti hubungan yang erat antara orang dewasa dan seorang anak. Biasanya, perilaku ini kerap mengecoh karena pelakunya bisa saja orang terkenal, dihormati, atau punya jabatan maupun status sosial tinggi.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku mungkin akan menggunakan cara-cara pendekatan lemah lembut dan terlihat layaknya hubungan dekat yang biasa. Namun, itu semua bisa saja cuma jadi modus yang berujung pada eksploitasi seksual anak.

Perilaku child grooming

Mengutip laman American Bar Association, asosiasi pengacara sukarelawan dan mahasiswa hukum di Amerika Serikat, child grooming dapat diidentifikasi melalui sejumlah perilaku, antara lain:

  • Pelaku memperlihatkan ketertarikan berlebih pada seorang anak
  • Pelaku sering memulai atau menciptakan kesempatan untuk berduaan dengan seorang anak (atau banyak anak)
  • Pelaku berteman dengan keluarga dan menunjukkan minat lebih besar dalam berhubungan dengan anak daripada dengan orang dewasa
  • Pelaku menampilkan preferensi usia dan jenis kelamin
  • Pelaku mengajak anak bermain dengan menggelitik, dengan dalih tidak sengaja menyentuh alat kelamin
  • Pelaku mengajak anak melakukan kegiatan yang melibatkan melepas pakaian seperti memijat atau berenang
  • Pelaku mengajak anak bermain game yang meliputi menyentuh alat kelamin seperti bermain dokter
  • Pelaku memotret anak dengan pakaian dalam, pakaian renang, pakaian dansa, dan lain-lain.

Tahapan child grooming, waspadai tandanya

Bisa dikatakan bahwa child grooming sangat membahayakan buat anak. Salah satu risikonya adalah adanya pernikahan dini. Padahal, menurut Retno Listyarti, Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), perkawinan anak berpotensi kuat membuat anak kehilangan hak-haknya untuk bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Selain itu, bahaya child grooming adalah bisa merusak kondisi mental dan fisik anak. Bahkan, dampaknya bisa dirasakan anak hingga dewasa. Anak jadi sulit memercayai orang lain, termasuk keluargnya sendiri. Sering kali ia jadi pemurung dan penyendiri.

Oleh karena itu, sebagai orang tua, Moms dan Dads harus mewaspadai tanda child grooming di sekitar kita. Mengutip laman Safe Child, ada sejumlah tahapan child grooming yang perlu diwaspadai, yakni:

1. Mengidentifikasi dan menargetkan korban. Anak atau remaja bisa menjadi korban yang potensial. Pelaku mungkin juga tertarik pada anak atau remaja dengan karakteristik tertentu, seperti memiliki hubungan yang kurang erat dengan orang tuanya.

2. Mendapatkan kepercayaan dan akses. Setelah memperoleh target, pelaku akan mendekati dan berinteraksi dengan anak, memberikan perhatian khusus dan perlakuan spesial agar bisa dekat dan mendapatkan kepercayaannya.

3. Mengambil peran dalam kehidupan anak. Setelah itu, pelaku akan berusaha mengambil peran dalam kehidupan anak dan memanipulasi hubungan sehingga tampak bahwa ia satu-satunya orang yang bisa memahami anak dan memenuhi kebutuhannya.

4. Mengisolasi anak dari lingkungannya. Perlahan, pelaku akan mencoba membawa anak keluar dari lingkungannya dan memisahkannya dari orang lain, sehingga ia bisa mendapatkan akses penuh terhadap anak dan tidak ada orang lain yang bisa menyaksikan apa yang ia lakukan terhadap anak tersebut, misalnya melakukan kekerasan tanpa terdeteksi oleh orang dewasa lainnya.

5. Menciptakan kerahasiaan terhadap hubungan mereka. Kemudian pelaku akan memperkuat hubungan yang khusus dengan anak sambil memberi peringatan kepada anak untuk tidak memberi tahu siapa pun. Pelaku bahkan bisa mengancam atau menyakiti fisik anak jika ia memberi tahu soal ini kepada orang tuanya atau orang lain.

6. Memulai kontak seksual. Dengan kekuasaan atas anak melalui pemaksaan hubungan emosional, pelaku pada akhirnya bisa memulai kontak fisik dengan anak, dimulai dengan sentuhan yang tidak terlalu seksual, lalu secara bertahap, pelaku memperkenalkan lebih banyak sentuhan seksual, kemudian mulai menyentuh anak terang-terangan.

7. Mengontrol hubungan. Setelah itu, pelaku mulai melakukan kontrol terhadap hubungan ini. Sering kali pelaku mengancam anak untuk memastikan ia tidak akan mengungkapkan pelecehan tersebut. Anak juga akan merasa takut dan malu dengan konsekuensinya, sehingga di tahap ini ia akan menjadi lebih pendiam dan murung.

(M&B/SW/Foto: Jcomp/Freepik)