Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Courage, align, dan presence. Tiga hal inilah yang menggambarkan sosok Arum Indriasari Riddle-Carre (49) setelah menghadapi proses healing panjang hingga membuatnya menjadi seorang holistic practitioner. Meski pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan pertamanya, Arum berhasil bangkit dan memiliki kehidupan yang bahagia bersama suami dan kedua anaknya, Akasha dan Sitara.
Menyadari bahwa dirinya sendiri memiliki luka dalam batin membuat Arum melalui perjalanan yang panjang untuk menyembuhkannya. Proses inilah yang membawanya semakin mengenal tentang penyembuhan diri secara holistik, metode Bach flower remedies, serta kristal yang membuatnya merasa lebih tenang. Vibrasi dan aura yang positif pun sangat terasa saat M&B ngobrol dengan sosok Arum.
Kisahnya dalam menemukan ketenangan dan harmonisasi dalam hidup bisa menginspirasi Moms untuk mampu menjalani peran sebagai seorang ibu sekaligus mencintai diri sendiri. Dan dalam rangka merayakan semangat emansipasi Kartini selama bulan April 2022, M&B mengajak Arum Indriasari Riddell-Carre yang menjadi Mom of the Month April Spesial Hari Kartini ini membahas mengenai prosesnya menjadi seorang praktisi holistik dan menjalani hidup yang harmonis, khususnya secara mental.
Apa yang membuat Anda memutuskan menjadi seorang holistic practitioner?
Dulu, saya pernah berada di kehidupan pernikahan yang membuat saya merasa seperti “living in hell”. Meski dari sudut pandang saya kedua pihak melakukan kesalahan, tetapi akhirnya tidak berujung baik. Saya sempat mengalami depresi, dan beruntungnya teman-teman mau membantu saya untuk pulih kembali. Saat pertama belajar mengenai self-healing, saya dibantu oleh Reza Gunawan. Dari proses ini, saya merasakan ketenangan, lebih mindful menjalani kehidupan, dan akhirnya merasa tertarik untuk menjadi holistic practitioner. Saya mulai mengikuti workshops, courses, certification di 2006, kemudian mengenal Bach flower remedies di 2014.
Saya tentu merasakan manfaat dengan melakukan mindfulness, yang sebenarnya tidak berkaitan dengan sisi spiritual ataupun religius. Mindfulness sendiri artinya “we live in this present moment with joy and have peace in ourselves”. Dengan begitu, tubuh kita sebagai penanda terakhir akan memberikan sinyal dengan merasakan tidak nyaman hingga sakit ketika emosi sedang tidak stabil. Hal-hal ini saya ketahui setelah belajar tentang cakra, self-healing, hingga menjadi praktisi holistik.
Apa saja yang Anda lakukan sebagai holistic practitioner?
Praktisi holistik memiliki peran untuk membantu orang-orang yang mempunyai masalah secara emosional, trauma, atau ingin memiliki tubuh yang sehat, terutama dari sisi mentalnya. Saya sebagai praktisi memakai metode Bach flower remedies dan metode penyembuhan (healing) dari UK yang berfokus pada emosi.
Sebagai seorang praktisi, saya tidak keberatan apabila mereka yang ingin dibantu telah melakukan pengobatan, baik secara medis maupun tradisional. Karena, yang saya lakukan adalah membantu mengontrol dari aspek emosinya. Jadi, healing yang saya lakukan ini bersifat pelengkap, supaya mereka yang ingin dibantu dapat merasakan sehat, tenang, serta bahagia dengan emosi yang lebih terkontrol. Intinya memberikan langkah untuk how to live in harmony berdasarkan filosofi simplicity and mindfulness.
“Mindfulness sendiri artinya ‘we live in this present moment with joy and have peace in ourselves’. Dengan begitu, tubuh kita sebagai penanda terakhir akan memberikan sinyal dengan merasakan tidak nyaman hingga sakit ketika emosi sedang tidak stabil.”
Apa yang dimaksud dengan metode Bach flower remedies?
Metode ini ditemukan oleh Edward Bach, seorang dokter yang cukup terkenal dari Inggris di tahun 1900-an. Dokter Edward sendiri cukup spiritual dan memiliki hubungan yang cukup kuat dengan alam serta sering melakukan meditasi. Dari koneksi yang dimiliki, ia merasa bahwa beberapa tanaman bisa berkorelasi dengan sisi emosional manusia.
Lalu, dokter Edward pun memproses tanaman, baik bunga maupun daunnya, untuk diambil energinya. Prosesnya melalui dijemur di bawah matahari, didistilasi (penyulingan), hingga didapatkan vibrasi energi dari tanaman tersebut. Bach flower remedies ini menggunakan essence dari tanaman yang diproses tadi. Terdapat 38 remedies (obat) yang beresonansi dengan semua emosi yang manusia rasakan, tanpa batas.
Kami yang memahami metode ini percaya bahwa semua penyakit fisik pada manusia, 70 persen berasal dari emosi. Ketika emosi bisa dikontrol dengan baik, selaras, harmonis dengan tubuh, maka kita bisa sehat.
Apa yang dilakukan dalam menjalani metode tersebut?
Saya akan mengajak ngobrol dan sharing tentang kondisi klien saat itu. Namun, saya tidak memberi saran atau tanggapan apa pun, karena saya bukan konselor psikologis. Saya hanya akan mendengarkan, kemudian menanyakan sesuatu yang dapat memunculkan emosi sesungguhnya yang dirasakan klien. Kemudian, saya akan menentukan remedies yang sesuai dengan kondisi emosi tersebut.
Remedies ini akan diberikan dalam bentuk dropped bottle dan bisa digunakan selama kurang lebih 2 minggu. Klien dapat menggunakannya dengan mencampur dalam segelas air, dijadikan spray, langsung diteteskan ke lidah, atau hal lainnya.
Dan diakhir proses penyembuhan, bisa tercapai tujuan dari klien yang mampu melakukan penerimaan diri, memahami emosi yang dirasakan, seperti marah, sedih, atau kecewa. Sehingga nantinya, klien dapat hidup secara harmonis dengan apa pun kondisi dan situasi yang dialami.
“Bagi saya, multitasking itu tidak sehat. Karenanya saya menjalani hidup dengan tidak seimbang, yang artinya kita melakukan satu hal dengan sangat fokus hingga selesai dan dengan pikiran yang tidak ke mana-mana.”
Apa pengaruh kristal pada diri Anda sebagai ibu dan istri?
Dalam perjalanan saya menyembuhkan diri, saya juga mengenal kristal dan maknanya. Vibrasi dari setiap hal di alam, termasuk kristal ini, tentu membantu saya menjadi pribadi yang lebih kuat. Dari sinilah saya bekerja sama dengan teman saya, Desy, mendesain sendiri kristal untuk membantu penyembuhan seseorang dengan nama Lovenheal. Kristal tersebut dihasilkan dalam bentuk gelang, kalung, ataupun cincin dengan vibrasi yang diinginkan sesuai request dari penggunanya nanti. Selain itu, saya pun memiliki room scents brand, Arum Sanctuary, yang dihasilkan dari bahan alami dan ramah lingkungan. Berbagai aroma yang ada dapat membantu proses healing serta menghubungkan jiwa dan emosi menjadi lebih tenang.
Anda juga seorang penulis, apa yang dibahas?
Yang pertama, saya pernah menulis tentang kondisi bahwa tubuh tidak bisa berbohong, sebab semua trauma yang menjadi sumber penyakit tersimpan dalam tubuh. Jadi, beberapa penyakit yang tidak ada obatnya seperti autoimun, kanker, sindrom iritasi usus besar, dipicu oleh emosi yang kurang stabil dari si penderitanya.
Dan di buku yang akan diterbitkan dalam waktu dekat, saya menulis tentang wanita yang menikah dengan orang asing (mix-marriage). Saya menuliskan dua seri dengan judul yang sama, Love Is Not Enough. Pada seri yang pertama, saya menceritakan bahwa suami pertama saya emotionally abusive, di mana perkataan dan kebiasaannya menyakiti saya. Kehidupan saya dan juga pernikahan kami pun diakhiri dengan perceraian. Dan di seri kedua, saya menggambarkan pernikahan dengan suami sekarang, yang terasa seperti memiliki banyak kesamaan. Bukan hanya tentang sifat atau kesukaan, tetapi cara kami dididik sejak kecil oleh orang tua, meski berbeda negara dan budaya. Values yang kami punya pun sama, dan karena hal inilah kami bisa bersama-sama menjalani pernikahan yang joyful bersama kedua anak kami.
Mengapa Anda ingin berbagi mengenai kehidupan pernikahan Anda?
Saya ingin memperjelas stigma bahwa menikah dengan orang asing tidak melulu akan bahagia. Setiap pasangan tentu memiliki tantangannya masing-masing. Tidak hanya karena perbedaan budaya, tetapi hingga cara didik orang tua saat kecil yang memengaruhi diri kita saat dewasa.
Apa dasar memiliki hubungan pernikahan yang sehat menurut Anda?
Kesamaan virtues (kebajikan) dan values (nilai-nilai), yang sudah terlihat sejak masih pacaran. Jadi, masing-masing harus benar-benar mengenal orang tua. Di saat bersamaan, pasangan perlu memiliki kesadaran untuk mau healing dari luka-luka masa kecil dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk diri sendiri yang didampingi oleh pasangan.
“Dalam pernikahan, kesamaan yang dimiliki sebagai pasangan suami istri bukan hanya tentang sifat atau kesukaan, tetapi juga virtues, values, serta cara kami dididik sejak kecil oleh orang tua, meski berbeda negara dan budaya.”
Bagaimana Anda membantu menjaga anak-anak untuk memiliki batin yang kuat?
Cara mendidik anak-anak saya sesuaikan dengan umur mereka. Seperti saat mereka di bawah 3 tahun, saya bebaskan mereka melakukan apa pun. Seperti membiarkan mereka membuat coretan di tembok dan jalan-jalan tanpa alas kaki. Setelah memasuki usia 4 tahun, saya baru ajarkan mereka untuk bertanggung jawab, aksi, reaksi, konsekuensi, komitmen, dan disiplin. Meski begitu, saya tetap mendukung anak-anak untuk berani eksplorasi sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Pelajaran hidup seperti apa yang ingin Anda bagikan kepada para ibu lainnya?
Jangan berusaha terlalu keras untuk menjadi super mom atau ibu yang hebat yang mampu menyelesaikan semua hal dalam satu waktu. Jangan berkeinginan untuk menjadi sempurna tanpa cela. Kita hanya manusia yang berhak mendapatkan kebahagiaan, baik untuk diri sendiri maupun keluarga dengan cara sederhana sekalipun.
Apakah menurut Anda setiap ibu yang akhirnya mampu menghadapi luka batinnya hingga sembuh menjadi bukti woman power, selayaknya perjuangan yang dilakukan oleh Kartini di masa lalu?
Tentu saja perjuangannya serupa. Dalam arti bahwa setiap orang, khususnya para ibu memiliki latar belakangnya masing-masing. Dan perjuangan Kartini maupun setiap ibu di zaman sekarang sama-sama memiliki kesulitan yang dihadapi dan berharap semoga perjuangannya memberikan pengaruh baik pada kehidupan mereka. (M&B/Vonia Lucky/SW/Foto & Digital Imaging: Hadi Cahyono)