TOODLER

Kenali Gejala Anemia Defisiensi Zat Besi pada Anak dan Solusinya


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Memberikan aneka makanan sehat dan bergizi tinggi tentu baik untuk menunjang tumbuh kembang anak. Pastikan juga sumber nutrisi yang Moms berikan cukup beragam, karena anak tak hanya butuh makanan tinggi vitamin, tapi juga mineral seperti zat besi.

Kebutuhan zat besi anak tidak boleh disepelekan lho, Moms. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia defisiensi besi, yang menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merupakan masalah kekurangan nutrien tersering pada anak di seluruh dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Untuk mencegah anemia defisiensi besi (ADB), mari kenali gejala, bahaya, dan cara pencegahannya yang efektif.

Apa itu ADB?

Menurut IDAI, secara sederhana anemia dapat diartikan sebagai kekurangan darah. Sedangkan anemia defisiensi zat besi merupakan anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan zat besi pada tubuh.

"Secara teoritis, anemia merupakan istilah untuk menjelaskan rendahnya nilai hemoglobin (Hb) sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Pada anak-anak, kekurangan zat besi atau anemia defisiensi besi (ADB) merupakan penyebab anemia terbanyak," tulis Dr. dr. Rini Purnamasari, SpA, di laman resmi IDAI.

Siapa yang rentan mengalami ADB?

"Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak, di antaranya karena terdapat defisiensi zat besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan atau karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang," tulis dr. Endang Windiastuti, SpA(K), pakar hematologi anak, pada IDAI.

Selain itu, kelompok remaja juga kerap mengalami ADB karena beberapa hal, seperti percepatan tumbuh, asupan besi tidak cukup, dan pada remaja putri diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi.

Apa saja gejala ADB?

Dokter Endang dan dr. Rini juga menuliskan beberapa gejala yang paling sering ditemukan pada anak dengan anemia defisiensi zat besi, seperti:

• Pucat yang berlangsung lama (kronis)

• Lemas

• Rewel

• Mudah lelah

• Mudah infeksi

• Nafsu makan berkurang

• Sulit konsentrasi

• Gangguan prestasi belajar

• Pusing atau sakit kepala

• Dada berdebar-debar

• Tidak bergairah untuk bermain

• Menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi

• Gangguan perilaku

• Pica atau gemar makan maupun mengunyah benda tertentu, seperti kertas, alat tulis, pasta gigi, dan bahkan kotoran juga tanah.

Apa penyebab ADB?

Banyak hal yang dapat menyebabkan seorang anak mengalami anemia defisiensi zat besi. Menurut IDAI, pada bayi kurang dari 1 tahun, penyebabnya adalah cadangan besi kurang karena bayi lahir dengan berat badan rendah, prematuritas, kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, sufor rendah besi, pertumbuhan cepat, dan ibu mengalami anemia selama kehamilan.

Pada anak 1-2 tahun, penyebab ADB adalah MPASI kurang zat besi, obesitas, infeksi berulang atau kronis, malabsorbsi. Sedangkan pada anak 2-5 tahun umumnya ADB disebabkan oleh asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme, minum susu berlebihan, obesitas, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang atau kronis, kehilangan zat besi berlebihan akibat perdarahan.

Bagaimana menangani ADB?

Langkah pertamanya tentu mengatasi faktor penyebab, karena beda anak mungkin berbeda juga faktor penyebabnya. Setelah itu, dokter akan memberikan preparat besi.

Penanganan secara oral bisa diberikan besi elemental, vitamin C, dan asam folat. Dokter juga mungkin akan meminta untuk menghindari makanan atau minuman penghambat absorpsi besi, seperti teh, susu murni, kuning telur, serat, serta obat jenis antasida dan kloramfenikol. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)