BUMP TO BIRTH

Penyebab Stillbirth, Kematian Bayi saat Berada dalam Kandungan


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Moms, Anda mungkin pernah mendengar istilah stillbirth. Dalam dunia medis, stillbirth atau intrauterine fetal death (IUFD) diartikan sebagai bayi terlahir dalam keadaan meninggal atau bayi meninggal dalam kandungan.

Berdasarkan peraturan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bayi dinyatakan meninggal dalam kandungan adalah bayi yang terlahir tanpa tanda-tanda kehidupan pada usia kandungan 28 minggu atau lebih. WHO mengklasifikasikan IUFD dalam 3 kategori sesuai usia kehamilan, yaitu:

• Usia kehamilan 20-27 minggu disebut stillbirth awal (early stillbirth).

• Usia kehamilan 28-36 minggu disebut stillbirth akhir (late stillbirth).

• Usia kehamilan di atas 37 minggu disebut stillbirth.

Tidak diketahui secara pasti penyebab bayi meninggal dalam kandungan. Tapi ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya stillbirth, antara lain:

1. Gangguan Plasenta

Sebagian kasus bayi meninggal dalam kandungan kerap dikaitkan dengan plasenta yang tidak berfungsi dengan baik. Perlu diketahui, plasenta merupakan organ yang menyalurkan nutrisi dan oksigen dari ibu ke bayi yang berada dalam kandungan. Jika organ ini mengalami gangguan, maka perkembangan bayi dapat terhambat. Hal ini juga bisa menjadi penyebab bayi meninggal saat masih berada di dalam rahim ibu.

2. Penyakit yang Diderita Ibu Hamil

Ibu hamil yang mengalami penyakit tertentu, seperti diabetes yang tidak dikontrol dengan baik, akan meningkatkan risiko mengalami stillbirth. Selain itu, jika ibu hamil menderita tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, masalah tersebut dapat menyebabkan preeklampsia yang juga meningkatkan risiko bayi meninggal dalam kandungan.

3. Infeksi

Jenis infeksi yang paling sering menyebabkan bayi meninggal dalam kandungan adalah infeksi bakteri. Hal ini dapat terjadi kerika ibu hamil terinfeksi bakteri dan tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Bakteri tersebut nantinya dapat menyebar dari vagina ke rahim, kemudian menginfeksi bayi sehingga menyebabkan ia meninggal ketika masih berada di dalam kandungan.

4. Cacat Lahir

Gangguan kromosom bisa menyebabkan birth defect (cacat lahir), yaitu struktur tubuh bayi tidak normal atau mengalami cacat berat. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya stillbirth. Selain gangguan kromosom, cacat lahir juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik.

5. Terlilit Tali Pusar

Bayi terlilit tali pusar merupakan salah satu kondisi yang cukup sering dialami ibu selama masa kehamilan. Pada umumnya, bayi yang terlilit tali pusar dapat terlepas dengan sendirinya. Namun dalam sejumlah kasus, tali pusar melilit bagian leher bayi sehingga menghambat aliran oksigen ke bayi. Hal inilah yang akan meningkatkan risiko stillbirth atau kematian bayi saat masih berada dalam kandungan.

Tanda-tanda Terjadinya Stillbirth

Kematian bayi saat berada dalam kandungan sering kali tidak terdeteksi. Akan tetapi, ada juga ibu yang merasakan sejumlah pertanda atau gejala saat mengalami stillbirth, seperti:

• Rasa kram dan nyeri di perut.

• Perdarahan dari vagina.

• Pergerakan bayi dirasakan sangat berkurang, atau bahkan ibu hamil tidak merasakan pergerakan sama sekali.

• Ibu hamil mengalami demam dan dapat disertai menggigil.

Kematian pada bayi saat berada dalam kandungan memang sulit untuk dicegah. Akan tetapi Anda bisa mengurangi faktor risikonya dengan menjalani pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi, rutin berolahraga, dan menjauhi rokok serta minuman beralkohol. Selain itu, Anda juga perlu rutin memeriksakan kandungan ke dokter sehingga masalah atau gangguan kesehatan pada ibu dan bayi bisa lebih cepat terdeteksi. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)