FAMILY & LIFESTYLE

Mengenal 5 Apology Language untuk Meminta Maaf dengan Tepat


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Setiap rumah tangga pasti pernah mengalami konflik. Sedikit konflik sangat normal terjadi, dan jika ditangani dengan tepat justru bisa menjadi 'bumbu' yang memperkuat pernikahan. Salah satu kunci untuk mengatasi konflik rumah tangga adalah berani meminta maaf dengan tulus. Ya, meminta maaf tidak sekadar bilang "Saya minta maaf" lho, Moms. Sebaiknya, sampaikan minta maaf dengan cara yang tepat menggunakan 5 apology language.

Apology language atau bahasa memohon maaf adalah suatu teknik menyampaikan penyesalan yang dipopulerkan oleh Gary Chapman, Ph.D., dalam bukunya The Five Languages of Apology. Ia juga penulis The Five Love Languages yang sudah terkenal sejak 2015 lalu.

Menurut Chapman, jika love language adalah cara Anda menunjukkan cinta pada orang lain, maka apology language adalah cara Anda menunjukkan penyesalan pada orang lain. Apa saja 5 apology language tersebut? Yuk, ketahui 5 bahasa yang tepat untuk meminta maaf dengan tulus!

1. Menunjukkan Penyesalan

Contoh kalimat: "Saya malu karena telah membuatmu terluka."

Jika Anda bukan orang yang suka meminta maaf dengan frontal, maka menunjukkan penyesalan dengan kalimat seperti di atas dapat menjadi opsi yang tepat. Kalimat ini sudah menunjukkan betapa Anda menyesal dan ingin meminta maaf atas perbuatan Anda. Jangan ragu untuk menjabarkan lebih lanjut mengenai penyesalan Anda. 

2. Menerima Tanggung Jawab

Contoh kalimat: "Saya salah karena telah melakukan hal buruk padamu."

Penyesalan memang selalu diikuti dengan menerima konsekuensi atas perbuatan buruk yang telah dilakukan. Tunjukkan sikap Anda menerima konsekuensi tersebut ke pasangan, karena ini juga menjadi indikasi Anda telah mengaku bersalah, menyesal, dan sedang memohon untuk dimaafkan.

3. Tidak Akan Mengulangi Kesalahan

Contoh kalimat: "Tak terbayang betapa besar penderitaan yang kamu rasakan, dan saya sangat menyesal. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Ke depannya, saya akan melakukannya dengan lebih baik lagi."

Ini bukan sekadar janji manis yang akan dilanggar lagi dan lagi lho, Moms. Ini merupakan kalimat yang bisa dikatakan seperti 'perjanjian' bahwa Anda akan menjadi sosok yang lebih baik lagi. Anda menyadari telah berbuat salah dan menyesal. Anda juga menyadari betapa besar dampak buruk kesalahan Anda pada pernikahan yang telah lama dibina. Tunjukkan penyesalan Anda dengan mengatakan kalimat ini setulus mungkin.

4. Membuat Restitusi

Contoh kalimat: "Saya akan memperbaikinya untukmu."

Ini adalah memberikan 'ganti rugi' atas perbuatan salah yang telah Anda sesali. Sekali lagi, ini bukan janji manis yang bisa Anda langgar di kemudian hari. Dalam meminta maaf, Anda harus bisa meyakinkan pasangan dengan menyebutkan hal-hal yang bisa Anda lakukan agar dampak kesalahan tidak terus berlanjut. Sebutkan hal-hal yang menarik agar keadaan bisa lebih baik lagi.

5. Memohon Maaf

Contoh kalimat: "Apakah kamu sudi memberikan maafmu walau saya telah mengecewakanmu?"

Cara terbaik untuk meminta maaf tentu saja dengan memohon pada orang yang telah disakiti untuk memaafkan kesalahan Anda. Tentu ini lebih baik dari terus-menerus beradu argumen dan mengelak dari kesalahan yang telah Anda lakukan.

Beda Apology Language dengan Pasangan?

Setiap orang memiliki gaya meminta maaf yang berbeda, seperti 5 bahasa meminta maaf yang telah dijabarkan di atas. Tidak semua orang bisa meminta maaf dengan bilang "Saya minta maaf," karena mereka mungkin memiliki gayanya sendiri. Nah, dengan mengenali 5 apology language di atas, maka Moms bisa mengenali pula tujuan kalimat yang disampaikan pasangan atau orang lain saat menyesal melakukan suatu kesalahan.

Apa pun struktur kalimatnya, ketahuilah bahwa tujuan orang tersebut adalah untuk menunjukkan penyesalan dan memohon maaf. "Mencoba mengerti dan melatih bahasa memohon maaf dari pasangan artinya Anda berdua menjadi lebih dekat dan menjadi lebih baik bersama," ujar Janet Brito, Certified Sex Therapist & Clinical Psychologist, pada Cosmopolitan. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)