FAMILY & LIFESTYLE

Santa Maria Imaculata: Sekolah dan Asrama untuk Anak Autis


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Sulitnya mendapatkan informasi tentang autisme membuat banyak orang salah kaprah. Alhasil, para penyandang autisme pun sering kali dipinggirkan dan dianggap aneh, bahkan oleh keluarganya sendiri. Melihat kenyataan itu, dra. Imaculata Umiyati Yanuar M.Si (Dokkan) pun merintis sebuah sekolah dan asrama untuk mereka. Ia juga menyalurkan tenaganya untuk mendidik anak-anak berkebutuhan khusus tersebut agar mereka dapat hidup normal.

Pada tahun 2000, wanita yang akrab disapa Ima itu mendirikan sekolah dan asrama Santa Maria Imaculata di daerah Cipayung, Jakarta Timur. Ia memiliki misi mendidik setiap penyandang autisme berdasarkan kekurangan dan kelebihannya. Selain itu, Ima mempersiapkan mereka menjadi lebih mandiri, sehingga dapat melangsungkan hidupnya tanpa bergantung kepada orang lain. “Saat ini ada sekitar 52 anak yang saya didik di sekolah dan umurnya beragam, sekitar 4-30 tahun,“ ujarnya.

Saat ditanya bagaimana cara memenuhi kebutuhan anak-anak yang masih di bawah 5 tahun, Ima mengaku ia berlaku layaknya ibu dari anak-anak itu. “Saya tidur bersama mereka, menyuapinya saat makan. Pokoknya, seperti ibu-ibu zaman dulu yang kalau anaknya rewel langsung digendong dan kalau makan disuapi pakai tangan. Terkadang, saya tidur bertiga sampai berempat dengan anak-anak. Tempat tidurnya disatukan dan saya berada di tengah-tengah,“ ungkapnya. “Anak adalah anak, mau autis atau apapun, mereka tetap anak. Mereka juga mau digendong dan dimanja-manja,“ tambahnya lagi.

Ima menjelaskan ada sekitar 6 penderita autis yang masih berusia balita di asramanya. Mereka perlu perhatian melebihi penghuni asrama yang lain, sehingga guru yang menangani mereka pun jauh lebih banyak. Ima berusaha keras mengajarkan mereka supaya dapat bicara. Jika tidak dibiasakan bicara, seterusnya mereka mungkin tidak akan bisa bicara. Selain terapi wicara, mereka pun diikutkan ke dalam kelas terapi perilaku dan terapi sensorik integrasi.

“Kalau anak kecil terapinya selama 6-8 jam dan dibagi 2 jam pada setiap sesinya. Soalnya, kalau lebih dari 2 jam mereka tidak akan bisa konsentrasi. Di sini, mereka juga tetap dibebaskan bermai, tetapi jam belajarnya memang melebihi anak-anak normal,“ tutur wanita asal Temanggung, Jawa Barat, tersebut. Dalam waktu dekat, Ima berencana membuka sekolah dan asrama untuk anak-anak berkebutuhan khusus di daerah Cijeruk, Bogor. “Sekolah ini nantinya bisa menampung sekitar 150 anak dan rencananya dibuka di 2016,“ tutupnya. (Sagar/DC/Dok. Pribadi)