TOODLER

Ini Bahaya Pneumonia pada Anak dan Cara Mencegahnya


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Selama pandemi, mungkin penyakit yang sangat ditakuti adalah infeksi COVID-19. Akan tetapi, sebenarnya ada ancaman berbagai penyakit lain yang perlu diwaspadai juga, Moms. Salah satunya adalah pneumonia.

Faktanya, WHO pada tahun 2017 menemukan bahwa Indonesia berada di peringkat 7 sebagai negara dengan beban pneumonia tertinggi di dunia, di mana 17% balita meninggal akibat infeksi pneumonia. Di Indonesia sendiri, pneumonia masih menjadi salah satu penyebab utama kematian bayi dan balita. Inilah alasan dunia memeringati Hari Pneumonia Dunia setiap 12 November.

Untuk itu, Moms tak boleh lengah terhadap pneumonia selama pandemi. Simak langkah pencegahan dan informasi seputar pneumonia pada anak di penjelasan berikut ini, Moms!

Pneumonia, Ancaman Berbahaya bagi Anak

Pada diskusi daring bertajuk "Save The Children: Kenali dan Cegah Pneumonia pada Anak 'The Forgotten Killer'" yang diselenggarakan oleh Save The Children 5 November lalu, disebutkan bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian balita kedua di Indonesia setelah persalinan prematur dengan prevalensi 15,5%. Sayangnya, penyakit ini sering terlupakan.

Pada acara ini, Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K), Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, menyatakan bahwa pneumonia merupakan penyakit radang paru-paru akut yang disebabkan oleh infeksi di jaringan paru-paru oleh bakteri, virus, atau jamur. "Jika paru-paru terisi dengan sel radang dan cairan, maka anak akan kekurangan asupan oksigen dan dapat berujung pada kematian," tutur dr. Nastiti.

Dr. Nastiti juga menjelaskan bahwa ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan pneumonia pada anak, antara lain kelahiran prematur, berat lahir rendah, kurang gizi, imunisasi tidak lengkap, tidak ASI eksklusif, kurang vitamin, dan terpapar polusi (khususnya asap rokok).

Cermati Gejala Pneumonia

Menurut penjelasan dr. Nastiti, pneumonia dapat diawali dengan gejala batuk pilek biasa atau selesma. Selain itu, seringkali pneumonia berujung fatal karena gejala awalnya tidak dapat terdeteksi. Maka, ada beberapa gejala pneumonia pada anak yang perlu dicermati, antara lain:

1. Batuk dan demam yang berkelanjutan

Gejala awal pneumonia dapat menyerupai selesma atau batuk pilek (common cold). Gejala batuk, pilek, demam, serta lemas yang menandakan pneumonia umumnya berkelanjutan dan lebih lama dibandingkan jika anak mengalami selesma.

2. Kesulitan bernapas

Perhatikan kemampuan bernapas Si Kecil, Moms. Jika ia kesulitan bernapas yang ditandai dengan frekuensi napas yang cepat, cuping hidung yang kembang kempis, tarikan napas dalam, serta bibir dan kuku yang membiru atau pucat, maka bisa jadi ia memiliki pneumonia. Si Kecil yang sulit bernapas juga dapat menjadi lebih mudah gelisah, rewel, terlihat tak nyaman, dan tidak nafsu makan.

Jika Moms mendapati beberapa gejala di atas pada Si Kecil, maka Moms perlu segera menemui dokter agar bisa mendapat penanganan yang tepat.

Langkah Pencegahan Pneumonia Selama Pandemi

Dr. Nastiti menyatakan bahwa selama pandemi terjadi penurunan penerimaan imunisasi oleh anak. Padahal, imunisasi adalah salah satu cara pencegahan pneumonia utama bagi Si Kecil. "Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri, karena saat pandemi dapat muncul penyakit-penyakit lain yang sebenarnya bisa dicegah oleh imunisasi, termasuk pneumonia," kata dr. Nastiti.

Beberapa imunisasi yang bisa membantu mencegah pneumonia adalah imunisasi DPT, PCV, HB, influenza, dan campak. Dr. Nastiti menekankan agar para ibu tidak takut untuk membawa anak melakukan imunisasi ke pusat kesehatan. Ia menyarankan para ibu untuk menghubungi pusat imunisasi terlebih dulu untuk mengetahui prosedur imunisasi khusus selama pandemi.

Selain itu, ada beberapa langkah pencegahan lain yang bisa Moms lakukan, antara lain menjaga kualitas gizi sejak masa kehamilan sehingga bayi lahir dengan sehat dan berat lahir yang cukup, serta menjaga kualitas gizi anak agar terhindar dari malnutrisi. (Gabriela Agmassini/SW/Dok. Freepik)