Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Setiap ibu hamil tentu berharap bisa melahirkan secara normal, tetapi ketika proses melahirkan normal berjalan kurang lancar, penggunaan vakum mungkin bisa menjadi solusi. Prosedur melahirkan dengan bantuan vakum bisa dilakukan jika memang dibutuhkan, namun tentu saja ada banyak hal dan syarat yang perlu dipertimbangkan untuk melaksanakan prosedur ini.
Yuk, ketahui apa itu prosedur ekstraksi vakum dan kondisi seperti apa saja yang tidak disarankan untuk dilakukan vakum. Read on, Moms!
Apa Itu Prosedur Vakum?
Mengutip Mayo Clinic, ekstraksi vakum atau vacuum extraction (lebih dikenal dengan melahirkan vakum) adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk membantu persalinan normal dengan menggunakan alat vakum. Dokter akan mengaplikasikan alat vakum ke kepala bayi dan membantu kepala bayi keluar dari jalan lahir. Umumnya ini dilakukan ketika ibu mengejan saat kontraksi.
Kapan dokter merekomendasikan prosedur ekstraksi vakum? Menurut Mayo Clinic, umumnya dokter akan menawarkan prosedur ini di persalinan tahap kedua, tepatnya ketika ibu mulai diminta mengejan, namun tidak menunjukkan kemajuan atau juga sering disebut persalinan macet.
Prosedur ekstraksi vakum juga direkomendasikan ketika kesehatan ibu dan bayi mungkin berisiko jika tidak segera lahir. Namun walau prosedur vakum memang bisa mempercepat proses melahirkan, tetap ada risiko yang mungkin terjadi pada ibu dan bayi, dan ketika ekstraksi vakum dinilai gagal, maka prosedur melahirkan dengan operasi caesar mungkin dilakukan.
Baca juga: Pembukaan saat Persalinan Berjalan Lama, Ini Penyebabnya
Indikasi dan Prosedur Vakum
Ada 2 jenis indikasi yang menjadi alasan penggunaan vakum ini, yaitu indikasi ibu dan indikasi janin. Indikasi ibu terjadi jika ibu mengalami kelelahan mengejan, ibu mengejan terlalu lama (lebih dari 1 jam untuk anak ke-2 dan lebih dari 2 jam untuk anak pertama), atau penyakit bawaan ibu yang tidak memungkinkan ia mengejan terlalu lama. Ada pula yang disebut dengan inersia, yaitu keadaan di mana ibu tiba-tiba kehilangan rasa mulas saat mengejan.
Sedangkan indikasi janin adalah terjadinya gawat janin, seperti saat denyut jantung janin melemah ketika ibu mengejan, padahal pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah terlihat. Dalam kondisi ini, janin harus segera dilahirkan, karena kalau ia berada terlalu lama di dasar panggul, ia bisa kekurangan oksigen saat melalui jalan lahir.
Untuk prosedurnya, Moms akan diberikan bius lokal dengan suntikan lidokain sebelum dokter memasukkan vakum. Untuk vakum rendah (posisi kepala janin sudah turun ke jalan lahir), prosesnya berlangsung sekitar 5-10 menit. Jika bayi prematur, ia tidak boleh divakum karena tengkorak kepalanya masih muda. Begitu pula dengan bayi sungsang, karena posisi janin yang melintang tidak memungkinkan dicapai oleh vakum.
Risiko Melahirkan Vakum
Setiap prosedur bantuan persalinan yang dilakukan tentu memiliki risikonya tersendiri, baik untuk ibu maupun Si Kecil. Dalam kasus melahirkan vakum, risiko yang mungkin terjadi pada ibu dan bayi adalah:
Ibu
⢠Robekan pada saluran vaginal bagian bawah
⢠Sulit berkemih jangka pendek
⢠Nyeri akibat robekan anus
⢠Anemia (hanya jika perdarahan hebat).
Bayi
⢠Luka di kulit kepala
⢠Cedera pembuluh darah
⢠Pendarahan di dalam tengkorak (Jarang terjadi)
⢠Sakit kuning.
Baca juga: 6 Mitos Melahirkan dengan Vakum dan Faktanya Menurut Obgyn
Kondisi Dilarang Vakum
Tidak semua kondisi diperbolehkan untuk melahirkan normal dengan bantuan prosedur ekstraksi vakum, seperti beberapa kondisi di bawah ini:
⢠Persalinan prematur kurang dari 34 minggu.
⢠Kepala bayi belum turun ke jalur lahir.
⢠Tidak diketahui dengan jelas posisi kepala bayi.
⢠Bayi mengalami kondisi medis tertentu, seperti masalah kepadatan tulang (osteogenesis imperfecta) atau gangguan darah (hemofilia).
⢠Bayi terlalu besar sehingga tidak bisa melewati panggul ibu.
⢠Ukuran panggul ibu terlalu sempit sehingga tidak bisa dilewati bayi.
(Tiffany/SW/Dok. Wikimedia)