BABY

Ini Gambaran Kerja Otak Ibu saat Merespons Bayi Menangis


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Setelah beberapa jam menjadi orang tua, Moms mulai belajar memahami arti tangisan Si Kecil yang baru lahir. Ya, tangisan bayi punya arti yang berbeda-beda, mulai dari tangisan saat Si Kecil merasa lapar, saat ia merasa tidak nyaman, bahkan tangisannya ketika merasa takut.

Semua tangisan Si Kecil tersebut ajaibnya bisa Moms pelajari dengan cepat. Hal ini ternyata dikarenakan otak para ibu diyakini bisa beradaptasi pada tingkat yang sangat mendasar dalam merespons bayinya. Sehingga Moms bisa dengan mudah menafsirkan arti tangisan Si Kecil.

Apa yang terjadi pada otak ibu saat bayi menangis?

Terdapat banyak penelitian menarik yang dilakukan untuk mengetahui apa yang terjadi pada otak ibu ketika bayi menangis. Meskipun hal ini terkesan sederhana, di mana saat bayi menangis, tentu ibu akan merespons, namun ternyata menurut salah satu penelitian dalam Journal of Neuroendocrinology ditemukan bahwa ada banyak aktivitas otak dan sistem yang sesuai bekerja untuk menghasilkan respons.

Sebuah studi pada 2011 menjelaskan bahwa ada berbagai area otak yang terlibat ketika bayi menangis. Studi ini menggambarkan proses bagaimana otak seorang ibu 'dihidupkan' ketika mendengar suara tangisan bayi.

Para peneliti menduga bahwa banyak perubahan berbeda yang terjadi di otak seorang ibu yang sebenarnya sudah dimulai sebelum kelahiran, selama kehamilan, dan termasuk peningkatan hormon dopamin secara signifikan, yang membantu mempersiapkan otaknya untuk menjadi orang tua.

Sistem hormon berpengaruh besar saat merespons tangisan bayi

Selain peningkatan hormon dopamin, hormon oksitosin turut berperan besar dalam mengatur perilaku ibu saat merespons tangisan bayinya.

Ketika bayi diletakkan di payudara ibu untuk inisiasi menyusui dini atau IMD, hal ini memicu hormon oksitosin untuk membanjiri otak ibu dan dapat meningkatkan ikatan atau bonding, empati, dan ada hormon yang membuat ibu merasa nyaman dan membantu ibu membangun hubungan dekat dengan bayinya. Hormon-hormon tersebutlah yang bisa memastikan saat seorang ibu menikmati waktunya untuk merawat bayinya.

Setiap ibu berbeda dalam merespons tangisan bayi

Studi pada tahun 2011 menemukan bahwa pelepasan dan regulasi hormon pada setiap ibu berbeda. Misalnya, ibu yang melahirkan secara pervaginam menunjukkan respons otak yang lebih banyak pada tangisan bayinya pada 2-4 minggu pascamelahirkan, dibandingkan ibu yang melahirkan melalui operasi caesar.

Studi tersebut juga menemukan bahwa ibu yang memberikan bayinya ASI lebih responsif daripada ibu yang memberikan bayinya susu formula. Hal ini bisa dikarenakan adanya sedikit perbedaan hormon, yang mungkin diperlukan untuk produksi dan regulasi ASI pada ibu yang memberikan ASI pada bayinya.

Otak seorang ibu juga dengan sendirinya dapat mengatur untuk merespons tangisan bayinya sendiri. Hal ini pulalah yang dapat menjelaskan mengapa seorang ibu bisa belajar dari tangisan bayinya sendiri, bukan semua bayi. Karena apabila seorang ibu dapat merespons tangisan semua bayi, ini akan memberikan stimulus yang berlebihan untuk otaknya. Maka secara otomatis otak seorang ibu akan menyaring tangisan bayi lain untuk dapat fokus pada bayinya sendiri.

Faktor lainnya yang mendukung bagaimana seorang ibu merespons tangisan bayinya adalah stresor masa lalu dalam hidupnya, seperti trauma atau penyakit mental, karena hal ini dapat menyebabkan beberapa gangguan dengan regulasi hormon dan aktivasi otak.

Selain itu, ibu yang dulunya memiliki banyak pengasuh bisa membuatnya jadi kurang responsif dalam merespons tangisan bayinya. (Vonda Nabilla/SW/Dok. Freepik)