TOODLER

Mengenal Downstairs Brain, Si Pemicu Tantrum pada Anak


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Duh, Si Kecil dari tadi merengek minta mainan baru sehingga orang-orang jadi memperhatikannya! Dia kan sudah bukan balita lagi, masa masih tantrum, sih?

Moms mungkin pernah mengalami situasi seperti ini ketika mengajak anak berpergian ke mal. Meski sudah melewati fase balita, Si Kecil masih saja menangis menjadi-jadi kala keinginannya tidak dituruti.

Perlu diketahui, biasanya tantrum memang terjadi pada anak usia 12 bulan hingga 4 tahun. Akan tetapi, bukan berarti Anda dijamin terbebas dari tangisan dan rengekan anak ketika usianya sudah lebih dewasa. Tantrum bisa saja berlanjut hingga anak lebih besar karena pengaruh berbagai hal, Moms.

Sebab musabab munculnya tantrum pada anak

Menurut Alfred Tan, Chief Executive Officer dari Singapore Children's Society, kebanyakan pola perilaku terbentuk selama 7 tahun pertama kehidupan anak. "Jika anak Anda bersikap buruk, hal itu mungkin terjadi karena adanya jurang dalam periode pertumbuhannya," ujar Tan seperti dikutip majalah Young Parents.

Perlu diketahui, sikap anak yang suka menangis atau merengek bisa jadi dipengaruhi oleh gaya pengasuhan Moms dan Dads. Tanpa disadari, orang tua mungkin saja memanjakan anak dengan memberikan segala hal yang diinginkannya. Hal inilah yang akan memicu terjadinya "tantrum yang disengaja" ketika anak sudah lebih besar.

Faktanya, menghadapi rengekan Si Kecil bisa sangat melelahkan, apalagi bagi orang tua yang bekerja. Jadi, daripada pusing mendengar rengekan Si Kecil, orang tua memilih untuk mengabulkan keinginannya.

Namun terlalu sering memberikan apa yang diminta anak ternyata juga ada konsekuensinya. Berdasarkan hasil Overindulge Research Study Project yang dilakukan psikolog Amerika Serikat, David Bredehoft, selama periode 1996 hingga 2013, ditemukan fakta bahwa anak yang terlalu dimanjakan akan kehilangan kemampuan mengatur emosi dan tidak memiliki keterampilan untuk menjadi sosok dewasa yang bahagia serta bisa diandalkan.

Sementara itu, hasil penelitan lanjutan juga menemukan fakta bahwa orang dewasa yang dimanjakan pada masa kecilnya akan cenderung mencari pasangan yang juga dimanjakan. Lantas keduanya akan melakukan hal yang sama kepada anaknya.

Guna menghindari anak menjadi manja dan sering merengek, Anda perlu menerapkan disiplin sejak dini. Usia ideal untuk mengajarkan batasan-batasan kepada anak adalah ketika ia berumur 2 tahun. Akan tetapi, tidak ada salahnya Anda mulai memperkenalkan disiplin lebih awal kepada Si Kecil. Dengan mengenal disiplin, anak tidak akan lagi mengalami tantrum yang disengaja.

Otak anak

Berdasarkan buku yang ditulis Dr. Dan Siegel dan Dr. Tina Payen Bryson berjudul The Whole-Brain Child, secara sederhana otak dibagi menjadi dua bagian, yaitu upstairs brain (otak bagian atas) dan downstairs brain (otak bagian bawah).

Susunan upstairs brain lebih kompleks dibandingkan downstairs brain. Otak ini membantu anak untuk berpikir, berimajinasi, dan menyusun rencana. Upstairs brain digunakan untuk berpikir secara kritis, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan bagus. Upstairs brain sesungguhnya belum terbentuk secara sempurna hingga seseorang berusia 20 tahun. Akan tetapi, bukan berarti anak tidak bisa menggunakannya untuk berpikir dan bertindak secara sadar.

Melalui upstairs brain, anak akan bisa mencerna ucapan Anda. Misalnya, ketika anak bersikap kasar, Anda bisa dengan tenang mengatakan, "Mama tidak suka cara kamu berbicara dengan mama. Jika kamu terus berbicara seperti itu, maka mama akan membatalkan rencana jalan-jalan kita!"

Sedangkan downstairs brain adalah bagian otak yang "mengurusi" hal-hal mendasar seperti bernapas, kemampuan bereaksi cepat saat menghadapi bahaya, dan emosi. Ya, downstairs brain lebih mengutamakan emosi ketimbang logika. Ketika anak mengalami tantrum atau mengeluarkan emosi berlebih, maka yang bekerja adalah downstairs brain.

Saat downstairs brain bekerja, Moms akan kesulitan untuk mengajak Si Kecil berbicara. Akan lebih baik jika Anda lebih dulu menenangkannya. Setelah Si Kecil tenang, barulah Moms bisa mengajaknya berdiskusi karena saat itulah anak akan menggunakan upstairs brain-nya lagi. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)