Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Si Kecil tersandung dan terjatuh! Tapi kepada Anda, ia mengaku terjatuh akibat tersandung setelah didorong temannya. Hmm, bisa jadi ia adalah tipe anak yang suka melebih-melebihkan cerita.
Jangan dibiarkan ya Moms. Melebih-lebihkan cerita atau bersikap lebaysama saja dengan berbohong, lho. Jika Anda membiarkan Si Kecil melebih-lebihkan cerita, artinya sama saja Anda membiarkan ia terbiasa untuk berkata tidak jujur.
Alasan Anak Mendramatisasi Cerita
Sesungguhnya, ada beberapa alasan yang membuat anak suka mendramatisasi cerita. Anda bisa mencari tahu terlebih dahulu penyebab tindakan Si Kecil, lantas mengambil tindakan yang tepat. Ini beberapa alasan Si Kecil melakukan hal tersebut:
1. Emosi Si Kecil yang Belum Stabil
Pada usia balita, perkembangan emosi anak belum optimal. Ia masih berada dalam tahap autonomy vs ashamed, di mana egosentrisnya masih dibilang cukup besar. Si Kecil juga masih mencari cara yang tepat untuk menyalurkan atau mengungkapkan emosinya. Jadi saat anak bersikap berlebihan, bisa jadi ia hanya mencoba mencari tahu bagaimana reaksi orang-orang di sekitarnya.
2. Mencari Perhatian
Apabila sebagai orang tua kita terbiasa memberi reaksi berbeda saat Si Kecil mengeluarkan emosi berlebih, maka di lain waktu saat ia hendak diperlakukan sama, ia pun akan mendramatisasi ekspresi emosinya. Terlebih ketika ia ingin diperhatikan, 'senjata' berupa emosi berlebihnya ini akan ia keluarkan. Si Kecil tahu betul bahwa cara ini akan membuat semua orang kembali memperhatikannya.
3. Meniru Lingkungan
Balita adalah peniru ulung. Bisa jadi ketika melihat ayah atau ibunya bereaksi heboh terhadap hal-hal kecil yang terjadi, maka anak pun akan bereaksi yang sama. Anak juga bisa belajar mendramatisasi emosinya dari tontonan yang ia lihat. Oleh sebab itu Moms, pandai-pandailah memilih tontotan untuk Si Kecil.
4. Orang Tua Overprotektif
Sikap orang tua yang terlalu melindungi anaknya dari rasa sakit atau situasi yang tidak nyaman, justru akan mengakibatkan batas toleransi emosi anak yang rendah. Akibatnya, ketika anak mengalami situasi di luar kendalinya, ia akan merasa stres, mengeluarkan emosi, serta bersikap berlebihan.
Menghadapi Sikap Berlebihan
Ada beberapa cara yang bisa Moms lakukan untuk menghadapi sikap berlebihan Si Kecil. Pertama, mulailah menanamkan pada anak untuk bercerita apa adanya, sesuai dengan apa yang ia lihat, punya, rasakan, dan alami. Misalnya, Si Kecil mengaku terjatuh karena didorong oleh kawannya padahal Anda sebenarnya melihat ia terjatuh karena tak sengaja tersenggol temannya tersebut. Secara perlahan, Moms perlu memberi pengertian agar Si Kecil mau berkata jujur. Katakan kepadanya, bahwa Anda tidak akan marah apabila anak mengatakan kejadian yang sebenarnya.
Terkadang, Si Kecil juga bersikap berlebihan karena tak mau kalah dengan teman-temannya. Misalnya, usai liburan anak-anak saling menceritakan pengalaman berlibur. Agar dianggap memiliki pengalaman paling mengesankan, Si Kecil pun bercerita bahwa dirinya pergi berlibur keliling dunia.
Nah, beritahu anak bahwa ia tidak perlu melebih-lebihkan cerita hanya untuk mendapat perhatian teman-temannya. Ajarkan kepadanya bahwa berkata jujur adalah sikap yang terbaik. Jangan lupa mengingatkan kepadanya bahwa pengalaman liburannya juga tak kalah mengasyikkan dibandingkan teman-teman yang lain.
Selanjutnya, Moms juga perlu lebih sering mengajak Si Kecil berbicara dari hati ke hati. Kenali emosinya dan pahami maksudnya. Jika Anda telah memberikan perhatian cukup kepada anak, tentu ia tidak perlu lagi berusaha keras untuk mencari perhatian. Dengan begitu, ia tak akan lagi bersikap berlebihan dalam segala hal. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)