Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Janganlah selalu beranggapan bahwa anak-anak dengan disabilitas hanya menjadi 'beban' orang-orang di sekelilingnya. Namun, berpikirlah bahwa mereka pun bisa berprestasi layaknya anak-anak normal. Tidak hanya Indonesia, di beberapa negara lain pun, masih banyak anak dengan disabilitas yang terpinggirkan dan tidak terlihat. Bahkan, orangtua mereka cenderung menyembunyikan dan malu, karena tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.
Padahal, jika anak dengan disabilitas dididik untuk selalu percaya diri dan diasah bakatnya, maka suatu perubahan positif mungkin saja dapat terjadi. Tak sedikit anak-anak disabilitas yang mampu mencatat prestasi dalam berbagai bidang, seperti seni musik, tari, lukis, puisi, dan lainnya.
Salah satunya, Michael Anthony, bocah berusia 10 tahun yang terlahir prematur dan mengalami kebutaan sejak bayi, serta gangguan spektrum autisme. Ia tidak pernah melihat dunia, tetapi Tuhan memberinya kedua telinga dan kecerdasan musikal yang luar biasa. Ia diberi kepiawaian dalam memainkan tuts-tuts piano yang membuat para penonton tercengang menyaksikannya. Michael memiliki ketepatan sensoris terhadap struktur tuts piano dan mendengar nada dengan sempurna, yang membuatnya mampu bermain piano tanpa penglihatan. Michael mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pianis tuna netra dan autis termuda yang mampu memainkan karya Wolfgang Amadeus Mozart.
Selain di bidang musik, anak disabilitas juga sanggup berprestasi di bidang olahraga. Stephanie Handojo, yang terlahir dengan menyandang down syndrome. Stephanie dapat membuktikan bahwa dirinya mampu menoreh prestasi, tak kalah luar biasa dari anak-anak normal lainnya. Saat usia 12 tahun, ia telah berhasil menjadi juara pertama dalam kejuaraan Pekan Olahraga Cacat Daerah (Porcada). Prestasinya semakin gemilang saat ia terpilih mewakili Indonesia di ajang Special Olympic World Summer Games XIII di Athena, Yunani, pada 2011 dengan meraih medali emas dari cabang renang nomor 50 m gaya dada. Berkat prestasinya, Stephanie terpilih sebagai salah satu dari 12 juta anak di dunia untuk membawa obor Olimpiade London di kota Robin Hood, Nottingham.
Tentu masih banyak anak disabilitas lainnya yang mampu mencatat prestasi baik akademis, maupun non-akademis. Prestasi-prestasi mereka seakan membuktikan kepada dunia bahwa disabilitas tak berarti menuntut belas kasihan. Atas segala kekurangan, mereka membutuhkan sebuah kesempatan dan ruang untuk menampilkan dan mengekspresikan potensi diri dan bakat mereka. (Aulia/DMO/Dok. M&B-SahabatDisabilitas.com)