Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Kehamilan yang sehat tentu menjadi impian setiap calon ibu. Namun, beberapa impian tak terwujud karena janin tidak tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Apa masalahnya?
Saat hamil, Moms tentu diharuskan untuk menjalani pemeriksaan kandungan secara teratur. Salah satu tujuan pemeriksaan rutin di masa kehamilan adalah untuk mengetahui perkembangan janin dari waktu ke waktu.
Beberapa faktor diketahui dapat menghambat bahkan menghentikan proses alamiah tersebut, seperti kasus janin yang tidak berkembang ataupun janin yang terganggu. Kondisi-kondisi inilah yang menjadi penyebab utama keguguran.
Diagnosis kasus ini biasanya diperoleh pada trimester pertama (di bawah usia kehamilan 3 bulan). Namun, ada juga yang terdeteksi saat menginjak trimester kedua kehamilan, meski biasanya pada trimester pertama sudah terlihat.
Jenis Janin yang Tidak Berkembang
Tidak semua kondisi janin yang tak berkembang dalam rahim itu sama. Ada 2 jenis gangguan ini, yang wajib diwaspadai sedini mungkin, yaitu:
1. Janin tidak tampak dari awal
Ini terjadi jika Moms hanya mendapati kantung kehamilan berupa bentukan hitam yang berisi cairan pada monitor USG saat pemeriksaan. Istilah medisnya, blighted ovum atau kehamilan kosong. Ini merupakan kondisi sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat berkembang menjadi embrio, sehingga pada usia tertentu, kehamilan berhenti. Janin tidak tampak sama sekali, padahal di usia kehamilan 5-6 minggu, seharusnya janin sudah terlihat. Untuk itu, harus segera dilakukan tindakan kuret untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringannya.
2. Bayangan calon janin sudah mulai tampak
Jika dilihat lewat USG, akan muncul gambaran pipih relatif kecil yang berada di dalam rahim. Janin disebut tidak berkembang jika ukuran fisiknya (seperti diameter dan panjang tubuh) tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Penyebab Janin Tidak Berkembang
1. Faktor genetika. Janin merupakan perkembangan dari zigot yang terbentuk dari peleburan sel sperma dan sel telur. Jika kuantitas dan kualitas kedua jenis sel tersebut ada yang buruk, maka bisa membuat zigot yang terbentuk selanjutnya menjadi janin terhambat berkembang. Bumil yang memiliki pasangan atau keluarga dengan riwayat cacat lahir karena kerusakan gen atau kromosom tertentu juga berisiko mengalami hal sama.
2. Infeksi TORCH. Disebabkan oleh virus toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, serta herpes simplex. Jika kehamilan terdeteksi infeksi ini, maka bisa terjadi keguguran, bayi lahir prematur, serta kelainan pada janin. Sebaiknya tes TORCH dilakukan sebelum hamil.
3. Antibodi ACA/APS. Tubuh bumil dengan ACA, antibodinya akan menganggap kehamilan sebagai benda asing, sehingga terbentuk respons pembekuan yang akan menyumbat pembuluh darah ke arah janin. Pertumbuhan janin pun terhenti akibat tidak tersedia suplai nutrisi dan oksigen.
4. Penyakit kronis. Gangguan sistem tubuh bisa menjadi salah satu penyebab janin gagal berkembang hingga terjadi keguguran, misalnya diabetes yang tidak terkontrol, obesitas, dan gangguan hormonal.
5. Uterus dan serviks. Kelainan bentuk rahim (uterus), adhesi rahim akut, kelainan bentuk leher rahim (serviks), dan infeksi pada uterus dan serviks juga dapat menyebabkan janin dalam rahim gagal untuk tumbuh dan harus dikeluarkan.
Jika Terjadi Keguguran
Jika terjadi keguguran atau hilangnya kehamilan pada 20 minggu pertama, apa yang sebaiknya dilakukan? Dilansir dari BabyCenter, sekitar 50-70 persen keguguran pada trimester awal dianggap peristiwa acak akibat kelainan kromosom pada sel telur yang telah dibuahi sehingga tak mampu berkembang normal. Berdiskusilah dengan dokter untuk tindakan selanjutnya.
Beberapa kasus ditangani dengan dilatasi serviks dan evakuasi atau kuret. Obat-obatan yang diberikan pada penanganan rawat jalan bisa menjadi pilihan, meski berefek samping.
Setelah mengalami keguguran, biasanya dokter akan menyarankan untuk menunggu setidaknya 1-3 siklus haid sebelum merencanakan kehamilan lagi. (M&B/SW/Dok. Freepik)