Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Ketika di dalam kandungan, sejumlah bayi dapat mengalami masalah dengan pembentukan organ dan bagian tubuh, cara kerja tubuh, atau bagaimana tubuh mengolah makanan menjadi energi. Segala masalah kesehatan ini disebut dengan cacat lahir.
Dokter Dwi Putro Widodo, Sp.A(K), Ph.D, Mmed (Clinical Neuroscience), konsultan neurologi anak di RS Pondok Indah, menjelaskan bahwa penyebab cacat lahir pada dasarnya hanya bisa diketahui sekitar 40 persen saja. "Meski sebagian besar penyebabnya tidak diketahui, ada beberapa faktor yang memengaruhi, di antaranya genetik, kromosom, infeksi virus atau bakteri, gizi, hormon, dan usia ibu," ungkapnya.
Ada lebih dari 4.000 jenis cacat lahir, mulai dari yang minor dan tidak memerlukan penanganan, sampai yang serius sehingga membutuhkan perawatan medis atau operasi. Berikut beberapa cacat lahir yang perlu Moms ketahui!
Gangguan Penglihatan
Anak dengan gangguan penglihatan umumnya memiliki mata seperti anak normal lainnya. Namun, Anda bisa mendeteksi dari perilakunya saat menggunakan penglihatan. Hampir seluruh bayi akan fokus melihat wajah dan objek di usia 4-5 minggu. Di usia 6-8 minggu, mereka mulai tersenyum saat melihat wajah dan objek yang familiar.
Tanda-tanda bayi mengalami gangguan penglihatan, yaitu: mata bergerak cepat dari satu sisi ke sisi lainnya atau berputar secara acak, tidak melakukan kontak mata atau mengikuti objek di hadapannya, tidak bereaksi ketika lampu dihidupkan, serta pupil mata berwarna putih atau tampak buram.
Down Syndrome
Down syndrome merupakan kelainan kromosom trisomi 21. Satu dari 1.100 kelahiran bayi mengalami down syndrome. Anak yang mengalami down sydrome, jelas dr. Dwi, memiliki ciri khas pada fisiknya. Ciri fisik itu seperti jarak antar mata cukup jauh, hidung pesek dan lebar, jari tangan dan kakinya pendek, bertuk wajahnya bulat (seperti Mongolia), kepala kecil, serta dahi lebih datar.
"Down syndrome pada bayi sudah bisa dideteksi dengan mengambil sampel air ketuban ibu hamil," tambah dr. Dwi. Penyebab masalah ini belum diketahui secara pasti. Namun, umumnya ibu yang sudah berusia lebih dari 35 tahun berisiko lebih besar melahirkan bayi dengan down syndrome.
Celebral Palsy
Anak dengan cerebral palsy memiliki kesulitan mengendalikan otot-otot di dalam tubuhnya. Sebagai contoh, jika pada umumnya bayi usia 3-4 bulan sudah bisa membuka telapak tangannya, tangan bayi dengan celebral palsy akan tetap terkepal kaku. "Bayi prematur, bayi dengan berat badan rendah, serta bayi kembar memiliki risiko lebih besar mengalami celebral palsy," tutur dr. Dwi.
Selain itu, beberapa tanda bayi kemungkinan mengalami masalah ini adalah tidak menangis ketika dilahirkan, mengalami kejang, serta tampak lemah dan lunglai. Tidak ada obat untuk menyembuhkan celebral palsy. Yang bisa dilakukan adalah melakukan terapi untuk meringankan masalah, supaya diharapkan anak dapat tumbuh semandiri mungkin.
Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
PJB terjadi pada 1 dari 110 kelahiran dengan berbagai penyebab, di antaranya kelainan genetik dan kesalahan selama perkembangan di dalam kandungan. Menurut Dr. dr. H. Mulyadi M. Djer, Sp.A(K), konsultan kardiologi anak di Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSUPN Cipto Mangunkusumo, PJB merupakan suatu kelainan pembentukan struktur jantung atau pembuluh besar yang keluar dari jantung.
Beberapa indikasi bayi mengalami PJB adalah: jantung berdetak kencang, kesulitan bernapas, kesulitan menyusu yang akhirnya memengaruhi pertambahan berat badan, pembengkakan pada kaki, perut, dan mata, serta kulit berwarna abu-abu pucat atau kebiruan. Namun, pada beberapa kasus, PJB yang diderita cukup ringan sehingga gejalanya tidak terlihat.
Saat ini, kemajuan pengobatan untuk PJB cukup tinggi. Terdapat beberapa penyakit PJB, misalnya ASD (atrial septal defect) atau kebocoran pada sekat serambi, dapat diobati tanpa melakukan operasi bedah. Angka keberhasilannya cukup tinggi dengan tingkat komplikasi sangat rendah.
Gangguan Pendengaran
Ada beberapa hal yang menyebabkan masalah gangguan pendengaran, di antaranya keturunan, infeksi yang dialami ibu semasa hamil, bayi lahir dengan berat badan rendah, bayi prematur, atau kelainan perkembangan telinga bagian dalam. Pada beberapa kasus, gangguan pendengaran tidak diketahui penyebabnya.
Anak belajar mengandalkan pendengarannya sejak awal kelahiran. Karenanya, sangat krusial untuk mengidentifikasi dan menangani gangguan pendengaran sedini mungkin. Tanda-tanda bayi di bawah usia 3 bulan mengalami gangguan pendengaran ialah: tidak terkejut ketika mendengar suara keras, tidak bisa ditenangkan dengan suara lembut, atau tidak terbangun ketika mendengar suara bising,Â
Ia juga tidak bisa bergumam, serta tidak memerhatikan ketika mendengar suara yang familiar. Pada beberapa kasus, gangguan pendengaran bisa diatasi dengan melakukan tindakan operasi. Namun, ada pula alat bantu pendengaran yang bisa digunakan oleh bayi.
Makrosefali dan Mikrosefali
Ukuran kepala bayi dikatakan tidak normal jika kurang atau lebih dari 2 standar devasi sesuai usia berdasarkan skala Nellhaus. Jika ukuran lingkar kepala lebih besar daripada ukuran normal, maka disebut dengan makrosefali. Bila ukuran lingkar kepala lebih kecil, disebut dengan mikrosefali.
Dokter Dwi menurutkan, ada beberapa kasus makrosefali dan mikrosefali yang dianggap normal apabila kedua orang tuanya memiliki lingkar kepala yang hampir sama dengan sang bayi. Tetapi jika tidak, maka ada sesuatu yang abnormal. "Karena berhubungan dengan otak, maka akan terjadi gangguan pada kemampuan bicara, motorik, serta intelektual anak," jelasnya. (M&B/Vonia Lucky/SW/Dok. Freepik)